Ternyata ada istilah "Wali mogok" dalam pernikahan, ini penjelasannya.
Daftar Isi
Janur kuning |
Dalam pernikahan harus ada Wali nikah namun ada beberapa kasus wali yang seharusnya menikahkan justru tidak mau menikahkan karena alasan tertentu.
Walinya “mogok” atau kalau dalam istilah fiqh pernikahan biasa disebut wali adlal. Memang bila wali nikah “mogok” dan tidak berkenan menikahkan calon pengantin, kewenangan perwalian berpindah kepada hakim alias wali hakim. Tapi tentu saja perpindahan kewenangan ini sendiri tidak serta merta begitu saja, namun mesti melalui proses persidangan di Pengadilan Agama. Dan untuk itu dibutuhkan waktu. Tidak cukup satu dua jam. Namun bisa dua sampai tiga bulan.
Berkait dengan masalah wali hakim dan wali adlal ini tertera dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 23 ayat 1 dan 2 yang lengkapnya berbunyi: (1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. (2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan agama tentang wali tersebut.
Substansi yang sama tertera dalam PMA (Peraturan Menteri Agama) Nomor 30 Tahun 2005 tentang Wali Hakim, sebuah regulasi khusus yang memuat ketentuan-ketentuan seputar wali hakim pada Pasal 2 ayat 1 dan 2. Lebih lengkap bunyi dua ayat tersebut adalah sbb:
(1)Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri / di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunya wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim.
(2)Khusus untuk menyatakan adhhalnya wali sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Pengadilan Agama/Mahkahah Syari’ah yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita
Siapa wali hakim yang dimaksud dalam ketentuan regulasi di atas? Wali hakim dalam hal ini adalah Kepala KUA (kantor Urusan Agama), sebagaiamana tertera dalam PMA Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah dan Rujuk pasal 18 ayat 4 yang berbunyi: Kepala KUA Kecamatan ditunjuk menjadi wali hakim, apabila calon istri tidak mempunyai wali nasab, wali nasabnya tidak memenuhi syarat, berhalangan atau adhal.
Alhamdulilah dengan sebuah kejadian tersimpan ilmu di dalamnya dapat menambah pengetahuan yang semoga bermanfaat bagiku dan pembaca lainnya.