Materi Kultum : Hati Sehat, Hati Sakit dan Hati yang Mati

Daftar Isi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillahilladzi, ja'alalqolbayataqollab, asyhaduallailaahaillallohu wahdahuulaasyariikalah, waasyhaduannamuhammadan 'abduhuu warosuluhuladzii laanabiyya ba'dah.

Solaatan wwasalaman daaimaini mutalazimaini 'alaa sayyidinaa muhammadin wa'ala alihii wasohbihi waman walaahuu ammaba'duh,

Qoolata'alaa: allaabidikrillahi tathmainnnul quluub.


Ikhwaanil Muslimin rahimakumullah ! Sebagai ibtida' kami mengajak, marilah kita syukuri Sagala Ni’matul yang Allah berikan kepada kita dengan meningkatkan iman dan taqwa kita kepada-Nya.

Shalawat salam semoga Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW berikut keluarga, para sahabat dan segenap pengikutnya.

Saudara, merupakan anugerah Allah yang luar biasa manfaatnya, di samping akal fikiran, adalah hati. Dan hati inilah yang dikatakan Rasul SAW sebagai kesehatan dan kebaikan, dengan sabdanya:

Alaainnafiiljasadi mudghotan idza soluha soluhaljasadu kulluhuu waidaa fasadat fasadaljasadu kulluuhuu, Alaa wahiyal qolbu.


“Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia beres, akan baiklah seluruh tubuh itu. Dan bila ia rusak ( tidak beres ), rusaklah seluruh tubuhnya. Itulah dia hati,” ( H.R Bukhari Muslim ).
 
Dengan demikian, hati dalam tubuh adalah raja. Segenap anggota tubuh hanya tunduk terhadap perintahnya. Imam Al Ghazali dalam kitabnya “ kimiyaussa'aadah mengatakan bahwa jiwa itu bagaikan kota, kedua tangan, kaki dan seluruh anggota badan adalah daerah wilayahnya.

Kekuatan nafsu sebagai wali kotanya, kekuatan angkara murka polisinya. Sedangkan hati merupakan rajanya, dan akal sebagai perdana menterinya. Raja mengatur mereka semua.

Dan raja harus bermusyawarah dengan perdana menteri. Bila dilakukan, keadaan kerajaan pun akan mantap dan kota pun akan maju dan terkendali.

Demikian pula hati, ia harus meminta pertimbangan akal dan menempatkan nafsu dan Angkara murka di bawah kendali dan perintah akal. , Sehingga keadaan diri menjadi stabil dan dapat mencapai kebahagiaan.

Sayangnya, masing-masing orang dalam mengendalikan hatinya tidaklah sama. Ada yang masuk kategori sehat, ada yang sakit, bahkan ada yang mati.

Adapun hati yang sehat menurut Mingguan Hikmah adalah hati yang memiliki ciri-ciri sbb.:

1. Senantiasa mengingat Allah (dzikrullah). Bahkan ketika mendengar ayat-ayat Allah, bergetar hatinya dan semakin bertambah imannya.

2. Hanya menempatkan cintanya kepada Allah semata. Ia rela berkorban untuk membela dan menjalankan segala perintah Allah. Segala yang ada di dunia hanya sebagai sarana, bukan tujuan. Karena tujuan sebenarnya adalah mengabdi kepada Sang Pencipta.

3. Selalu rindu untuk mengerjakan perintah-perintah Allah. Ia merasa ada yang hilang jika belum menjalankan perintah-Nya. Maka saat adzan adalah saat yang dinanti-nantikan.
 
4. Sikap kikirnya terhapad waktu, seperti kikirnya terhadap harta. Ia akan merasa bersalah dan bersedih jika suatu waktu dirinya lupa tidak memanfaatkan waktu secara maksimal.

 Ia merasa sayang jika waktu terbuang percuma, misalnya untuk nonton TV atau tidur tanpa kenal waktu.

Ia akan berusaha untuk memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang mendatangkan pahala.

Selanjutnya, hati yang sakit adalah hati yang hidup, akan tetapi mengandung penyakit. Ini ibarat orang yang kehausan dan sudah memperoleh air, akan tetapi tidak mampu meminumnya karena tenggorokannya sakit.

Dalam hal ini ada dua unsur yang ada dalam dirinya.

1. Hatinya cinta/mahabbah kepada Allah, iman dan ikhlas serta tawakal kepadanya. Dan ini yang menjadikan hatinya hidup.

2. Dalam hatinya masih tercampur dengan sikap dan sifat buruk yang merusak rohani dan menghalangi seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dan rindha Allah, sejak dari kurangnya rasa syukur kepada Allah, suka gelisah dan keluh kesah, tidak menyukai kebenaran, Suak berprasangka buruk, suka menghasut/memfitnah, lemah amal, Bakhil, takabbur, nifaq, egois dll.

Orang yang hatinya sakit, jika dia melakukan dosa besar, dianggap angin lalu saja, bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya kalau ditepis begitu saja. Kemudian ia berdzikir kepada Allah, hatinya tidak bisa fokus, karena tercampur dengan riya', ujung dan takabbur.

Demikian ketika memecahkan suatu masalah, dia enggan merujuk pada Al Qur’an ataupun Al Hadits, melainkan hanya mengandalkan akalnya sendiri atau justru lari ke dhukun.

Selanjutnya hati yang mati. Yakni hati yang tanda-tandanya sudah diungkapkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 18 yang menyebutkan :
Summun bukmun 'umnyun'fahum laayarji'un

Mereka tuli, bisu dan buta. Maka tidaklah mereka akan kembali ( ke jalan yang benar ).


Maksudnya, walaupun panca indera mereka dipandang tuli, bisu dan buta oleh karena hatinya tidak dapat menerima kebenaran.

Menurut Dr. Ahmad Faridh dalam bukunya “Pembersih jiwa”, hati yang mati adalah hati yang sudah tidak mengenal Tuhannya, apalagi beribadah kepada-Nya Hati semacam ini selalu berjalan seiring nafsunya. Tak peduli Allah Ridha atau tidak. Hawa nafsunya benar-benar telah menguasai dan mengendalikan dirinya.

Adanya cara untuk menghidupkan hati yang mati itu adalah :
1. Banyak berdzikir dan membaca Al Qur’an. Ibnu Taimiyah adalah bagaikan fungsi air bagi seekor ikan. Bagaimana kondisi ikan jika dikeluarkan dari air. Sedangkan Ibnul Qayyim menyebutkan, dzikrullah dan Tilaawatil Qur’an itu merupakan makanan hati.

Bila seseorang tidak memiliki makanan tersebut, sama halnya dengan tubuh yang kehabisan zat makanan

2. Memperbanyak Istighfar.
Jual seseorang memohon ampun kepada Allah dengan penuh kesungguhan, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran 135.

3. Banyak Berdoa. Ini sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an surat Al Mu'min 60.

4. Perbanyak shalat mal ( qiyamullail ), yakni shalat tahajjud, karena shalat ini merupakan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu.

Demikianlah kultum yang dapat kami sampaiksn kali ini, semoga hati yang kita miliki benar-benar hati yang sehat, tidak sakit dan tidak pula mati. Amin.

Penulis : Nika Aryanti
Editor : Ahmad Prayitno