Syarat Utama Dalam Belajar Membaca Al Qur'an
Daftar Isi
Membaca Al-quran adalahsalah satu ibadah bagi ummat Islam yang sangat utama. Namuan demikian bukan berarti hanya asal-asalan membaca, tetapi bagi siapapun umat Islam yang hendak membaca Al-Quran maka wajib baginya belajar terlebih dahulu kepada seorang Guru/Kyai/Ustadz yang mempunyai silsilah/sanad keilmuan yang mutawatir/sambung sampai kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW bersabda:
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ قَالَ وَأَقْرَأَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي إِمْرَةِ عُثْمَانَ حَتَّى كَانَ الْحَجَّاجُ قَالَ
وَذَاكَ الَّذِي أَقْعَدَنِي مَقْعَدِي هَذَا
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal Telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, Telah mengabarkan kepadaku 'Alqamah bin Martsad Aku mendengar Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya." Abu Abdirrahman membacakan (Al Qur`an) pada masa Utsman hingga Hajjaj pun berkata, "Dan hal itulah yang menjadikanku duduk di tempat dudukku ini." No. Hadist: 4639
Kalau kita kaji Hadis di atas dari susunan Kalimatnya, “Huruf WAWu” pada kalimat وَعَلَّمَهُ ini menurut ulama Ahli Nahwu namanya huruf ‘ataf” yang memiliki faidah “Littartib” artinya berurut/tartib.
Sehingga dapat dipahami bahwa, apabila seseorang akan mengajarkan al-Quran kepada orang lain, maka wajib baginya belajar Al-Quran terlebih dahulu kepada seorang Guru yang memiliki sanad yang mutawatir sampai kepada Nabi Muhammad SAW. baru dia boleh mengajarkan kepada orang lain.
Secara rinci Ada tiga syarat diperbolehkannya Seseorang membaca Al-Quran:
A. (Shihhatus Sanad) artinya harus pernah mengaji atau belajar berhadapan langsung (Musyafahah) dengan guru yang mempunyai sanad secara mutawatir sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
-Syarat shihhatus sanad, dapat pula diartikan bahwa orang diperbolehkan membaca, apalagi mengajarkan Al-Quran harus pernah berguru dan harus sesuai dengan bacaan gurunya.
Cara berguru ada tiga macam, yaitu:
1).Guru membaca murid mendengarkan, kemudian menirukan bacaan guru. Cara ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mengajar Ubay bin Ka’ab.
2).Murid membaca guru mendengarkan.
3).Guru membaca murid mendengarkan.
Ketiga cara tersebut adalah tradisi ngaji di PONDOK-PESANTREN-MADIN-TPQ.
B. Harus sesuai dengan aturan bacaan bahasa Arab (Ilmu Nahwu), walaupun Dlo’if.
Contoh:
C. Al-Quran yang dibaca harus tertulis sesuai dengan aturan-aturan Khot ‘Utsmany, dan atau yang mirip dengan Khot ‘Utsmany.
Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Qiroatnya digolongkan dalam Qiroat syaddah.
Berguru Al-Quran sangat diharuskan. Antara lain agar kita tidak melakukan kesalahan di dalam membaca al-Quran. Kita juga harus mempelajari ilmu Tajwid, untuk menjaga lisan kita agar tidak keliru, tidak melakukan kesalahan dalam membaca al-Quran. Karena Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadis: رب قارئ للقران والقران يلعنه
Banyak pembaca Al-Quran, tetapi al-Quran akan melaknatinya.
· Bentuk kesalahan dalam bacaan Al-Quran disebut Lahn. Dan Lahn dapat dikelompokkan menjadi dua tingkatan:
a. Lahn Jaaly: Lahn Jaaly atau kesalahan yang jelas. Dikatakan Jaly karena semua Ulama (Ulama Qurro’, Ulama Nahwu, dan Ulama yang lain) semua menyatakan salah. Lahn Jaly adalah kesalahan yang terdapat pada lafadz karena tidak sesuai dengan kebiasaan Qiroat, baik itu bisa merubah arti atau tidak. Seperti mengganti huruf dengan huruf yang lain, atau mengganti harakat dengan harakat yang lain. Dan Ulama bersepakat menyatakan haram dan berdosa bagi yang melakukan kesalahan ini.
b. Lahn Khofy: atau kesalahan yang samar. Dikatakan Khofy karena hanya Ulama Qurro yang menyatakan salah. Lahn Khofy adalah kesalahan yang terdapat pada lafadz karena tidak sesuai dengan kebiasaan Qiroat, dan tidak akan sampai merubah arti.
¾ Lahn Khofy mempunyai dua tingkatan, yaitu:
1. Tidak bisa diketahui kecuali oleh orang yang tahu tentang Qiroat. Seperti meninggalkan bacaan Idghom, Ikhfa’, dsb.
2. Tidak bisa diketahui kecuali oleh Ulama yang benar-benar ahli dalam Qiroat. Seperti mengurangi dan atau menambah getaran (Sifat Takrir) pada huruf RO’, membaca Tarqiq pada tempat yang seharusnya dibaca Tafkhim, dsb.
¾ Pada hukum kesalahan ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama. Ada yang menyatakan haram mutlak, adapula yang menyatakan makruh. Imam Ibnu Ghozy menyatakan:
¾ Haram: apabila kesalahan itu terdapat pada hukum-hukum yang semua Ulama Qurro telah bersepakat. Seperti bacaan Ikhfa’ Idghom, atau Idhar pada huruf Nun Sukun atau Tanwin dsb.
¾ Khilaf Al-Aula: apabila kesalahan itu terdapat pada hukum-hukum yang tidak semua Ulama Qurro sepakat. Seperti pada panjang bacaan suatu Mad, Idghom, atau Idhar pada huruf selain Nun Sukun, dsb.