NIAT PUASA RAMADHAN ANTARA ROMADHONI ATAU ROMADHONA ?
Banyak masyarakat awam saat bulan Ramadhan datang bingung dan tidak sedikit yang menanyakan tentang teks atau redaksi dalam niat puasa Ramadhan, terutama dalam lafal Romadlona apa Romadloni.
Dalam kesempatan ini akan kami sampaikan jawaban pertanyaan tersebut ditinjau dari ilmu Nahwu (Gramatika Bahasa Arab) dan literasi kitab salaf atau kitab kuning, semoga bermanfaat.
Ilustrasi dan teks Niat Pada Ramadhan |
Pertama perlu diketahui bahwa kata ROMADLON termasuk Isim Ghairu Munshorif (karena isim alam dan tambahan alif dan nun), yang apabila dalam kondisi i'rob Jer maka alamatnya atau tandanya menggunakan harakat FATHAH menjadi (ROMADLONA), namun apabila isim(kata benda) tersebut disandarkan kepada lafadz setelahnya (diidlofahkan/digandeng) atau kemasukan Alif-Lam (AL) maka tanda i'rob Jernya menggunakan KASROH menjadi ROMADHONI (NI) bukan ROMADHONA (NA).
Imam Ibnu Malik di dalam bait alfiyahnya berkata
وَجُرَّ بِالْفَتْحَةِ مَا لاَ يَنْصَرِفْ * مَا لَمْ يُضَفْ أَوْ يَكُ بَعْدَ أَلْ رَدِف
Dan dijerkan dengan FATHAH terhadap isim yang tidak menerima tanwin (Isin Ghairu Munshorif), selama tidak dimudhofkan atau berada setelah AL yang mengiringinya.
Jadi redaksi niat puasa Romadlon yang benar adalah sebagai berikut :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ فرضا لِلّه تَعَالَى
NAWAITU SHOUMA GHODIN ‘AN ADAA-I FARDHI SYAHRI ROMADHOONI HADHIHIS-SANATI LILLAAHI TA’ALA.
Yang kalau diterjemahkan adalah : aku niat puasa besok untuk melaksanakan kewajiban bulan Romadlon dari tahun ini, karena Allah ta'ala.
Nah, dalam redaksi niat di atas, apabila lafadz Romadlon dibaca Fathah (ROMADLONA) bukan (Ni) dengan tidak mengidlofahkan kepada lafadz setelahnya yaitu lafadz (HADZIHIS SANATI) maka lafadz (HADZIHIS SANATI) secara ilmu nahwu (gramatika bahasa arab) seharusnya menjadi Dhorof, yang harus dibaca HADZIHIS SANATA (TA) bukan (TI), karena status i’robnya adalah Nashob, sehingga redaksi niatnya menjadi sebagai berikut :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ لِلّه تَعَالَى
NAWAITU SHOUMA GHODIN ‘AN ADAA-I: FARDHI SYAHRI ROMADHOONA HADHIHIS-SANATA FARDLON LILLAAHI TA’ALA.
Maka jika redaksinya sebagaimana di atas ini, secara bahasa arab terjadi perubahan makna, menjadi sebagai berikut :
(Aku niat puasa besok, untuk melaksanakan kewajiban bulan Romadlon, selama setahun ini).
Kenapa begitu ?
Karena lafadz HADZIHIS SANATA status sebagai Dhorof (keterangan waktu atau tempat) yang menunjukkan waktu dilaksanakannya suatu pekerjaan yang dalam hal ini pekerjaannya adalah niat atau puasa, padahal niat hanya membutuhkan waktu beberapa detik, demikian halnya puasa hanya butuh beberapa jam tidak sampai satu tahun.
Sehingga apa bila niat puasa memggunakan redaksi sebagaimana di atas ROMADLONA (NA) dan HADZIHIS SANATA (TA), maka redaksi yang salah.
Oleh karena itulah redaksi niat yang benar adalah sebagaimana yang pertama di atas yaitu :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ فرضا لِلّه تَعَالَى
NAWAITU SHOUMA GHODIN ‘AN ADAA-I FARDHI SYAHRI ROMADHOONI HADHIHIS-SANATI FARDLON LILLAAHI TA’ALA.
Di dalam Kitab I’anatu at-Tholibin, juz 2/253, dijelaskan sebagai berikut :
يُقْرَأُ رَمَضَانِ بِالْجَرِّ بِالْكَسْرَةِ لِكَوْنِهِ مُضَافًا إِلَى مَا بَعْدَهُ وَهُوَ إِسْمُ اْلإِشَارَة
Romadloni (ni) dibaca jer dengan KASROH karena statusnya menjadi Mudlof kepada kalimat setelahnya yaitu isim isyaroh.
Kitab I'anah Thalibin
(قوله: نويت إلـخ) خبر عن أكملها: أي أكملها هذا اللفظ. (قوله: صوم غد) هو الـيوم الذي يـلـي اللـيـلة التـي نوى فـيها. (قوله: عن أداء فرض رمضان) قال فـي النهاية: يغنـي عن ذكر الأداء أن يقول عن هذا الرمضان. اهــــ. (قوله: بـالـجرّ لإِضافته لـما بعده) أي يقرأ رمضان بـالـجرّ بـالكسرة، لكونه مضافاً إلـى ما بعده، وهو اسم الإِشارة. قال فـي التـحفة: واحتـيج لإِضافة رمضان إلـى ما بعده لأن قطعه عنها يصير هذه السنة مـحتـملاً لكونه ظرفاً لنويت، فلا يبقـى له معنى، فتأمله، فإنه مـما يخفـى. اهــــ. ووجهه: أن النـية زمنها يسير، فلا معنى لـجعل هذه السنة ظرفاً لها. (قوله: هذه السنة) .(إن قلت) : إن ذكر الأداء يغنـي عنه. (قلت) لا يغنـي، لأن الأداء يطلق علـى مطلق الفعل، فـيصدق بصوم غير هذه السنة. وعبـارة النهاية: واحتـيج لذكره ــــ أي الأداء ــــ مع هذه السنة، وإن اتـحد مـحترزهما، إذ فرض غير هذه السنة لا يكون إلا قضاء، لأن لفظ الأداء يطلق ويراد به الفعل. اهــــ.وفـي البرماوي: ويسن أن يزيد: إيـماناً واحتساباً لوجه الله الكريـم عزّ وجلّ. اهــــ.
ROMADLONI dibaca jer dengan tanda kasroh, karena dimudhofkan pada lafadz setelahnya yaitu isim isyaroh (HADZIHI).
Keterangan :
Isim ghoiru munsharif itu tidak ditanwin dan tidak dikasroh karena punya illat yang menyebabkan sifat keisimannya lemah, lebih cenderung mirip fi'il. Namun ketika dimudhofkan maka sifat keisimannya menjadi kuat, sehingga tanda jer nya kembali memakai kasroh.-
Dalam Kitab Kasyifatussaja hlm 7, dijelaskan bahwa secara redaksi ada juga pendapat sebagian kecil ulama' yang mengatakan bahwa kalau lafadz Romadlon dibaca kasroh (ROMADLONI) maka lafadz hadzihis sanah juga dibaca kasroh (HADZIHIS SANATI), jika di baca fathah (ROMADLONA) maka lafad setelah juga dibaca fathah (HADZIHIS SANATA), setatusnya tidak sebagai Dhorof tapi dibaca Nashob karena terjadi Qot'u atau pemutusan dari lafadz sebelumnya, dan menurut pendapat ini jika lafadz ROMADLON di idlofahkan kepada lafadz setelahnya itu sangat menjanggalkan karena ‘ALAM tidak bisa diidlofahkan.
(تنبـيه) (قَوْلُهُ : بِإِضَافَةِ رَمَضَانَ) أَيْ لِمَا بَعْدَهُ فَنُونُهُ مَكْسُورَةٌ ؛ لِأَنَّهُ مَخْفُوضٌ وَإِنَّمَا اُحْتِيجَ لِإِضَافَتِهِ إلَى مَا بَعْدَهُ ؛ لِأَنَّ قَطْعَهُ عَنْهَا يُصَيِّرُ هَذِهِ السَّنَةَ مُحْتَمَلًا لِكَوْنِهِ ظَرْفًا لِقَوْلِهِ : أَنْ يَنْوِيَ وَلَا مَعْنَى لَهُ ؛ لِأَنَّ النِّيَّةَ زَمَنُهَا يَسِيرٌ ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ : إنْ جَرَرْت رَمَضَانَ بِالْكَسْرِ جَرَرْت السَّنَةَ وَإِنْ جَرَرْته بِالْفَتْحِ نَصَبْت السَّنَةَ وَحِينَئِذٍ فَنَصْبُهَا عَلَى الْقَطْعِ ، وَعَلَيْهِ فَفِي إضَافَةِ رَمَضَانَ إلَى مَا بَعْدَهُ نَظَرٌ ؛ لِأَنَّ الْعَلَمَ لَا يُضَافُ فَلْيُتَأَمَّلْ ا هـ
Yang lebih salah lagi adalah redaksi niat yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat yaitu :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّه تَعَالَى
Demikian penjelasanya tentang niat semoga tidak menjadi masalah dan semakin mantap kita dalam beribadah puasa Ramadhan.