contoh Makalah Filsafat

Daftar Isi

 

BAB  I

PENDAHULUAN

 

 

Memang cukup mudah melukiskan perenungan kefilsafatan, sekalipun jauh lebih sulit untuk dapat memulai dan melanjutkannya. Tata cara mempunyai arti yang lebih daripada sekadar melukiskan hasil terakhir. Tata cara membutuhkan hal-hal terinci yang lebih banyak mengenai metode-metode yang harus dipakai dan sejumlah contoh tentang bagaimana menerapkan metode-metode tersebut. Sayangnya saya tidak dapat menunjukkan gambar seorang filsuf yang sedang bekerja, yang dapat mempunyai sesuatu arti, atau menunjukkan sebuah otak mekanik yang berpikir. Orang hanya dapat melihat sebuah lukisan seorang filsuf yang tampak gelisah, atau sebuah mesin dengan alat-alat pengungkit, roda-roda, serta pengukur penghubung. Tidak satu pun di antara benda-benda tersebut yang menggambarkan kegiatan kefilsafatan.

Satu-satunya hal yang dapat saya lakukan ialah, melukiskan metode-metode yang dipakai, menunjukkan bagaimana memulai dan bekerja. Selanjutnya, untuk sampai kepada suatu kesimpulan, saya akan memberitahukan bagaimana caranya menguji pikiran kita dan akhirnya bagaimana caranya melakukan kritik terhadapnya. Semuanya ini hanya dapat dilakukan dnegan cara memeriksa contoh-contoh perenungan kefilsafatan, menunjukkan fakta-fakta yang beragam, dan mengusahakan agar kita mencobanya sendiri. Inilah yang akan saya lakukan dalam bab ini melalui pelbagai macam contoh.


 

BAB  II

PEMBAHASAN

 

 

A.     Metode-metode Filsafat

1.        Analisa

Ekstensi dan Intensi

Maksud pokok mengadakan analisa ialah melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat. Pemeriksaan ini mempunyai dua macam segi. Kita mungkin berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan. Dan kita mungkin menguji istilah-istilah itu melalui penggunaannya, atau dengan melakukan pengamatan terhadap contoh-contohnya.

2.        Sintesa

Filsafat spekulatif merupakan penyusunan sistem. Lawan analisa atau perincian ialah sintesa atau pengumpulan. Maksud sintesa yang pokok ialah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia. Penyusunan sistem – demikianlah proses ini sering dinamakan – atau filsafat spekulatif – demikianlah Broad menamakannya – memperoleh nama yang agak kurang terhormat dewasa ini. Namun demikian, semua filsuf cenderung memperluas prinsip-prinsip tertentu sehingga meliputi seluruh kenyataan. Bahkan hal ini juga dilakukan oleh mereka yang paling gigih menentang penyusunan sistem. Seorang filsuf bertolak dari sejumlah besar bahan keterangan. Sesungguhnya, lebih banyak pengetahuan yang dipunyai seorang filsuf mungkin akan menyebabkan sistemnya lebih baik dan lebih luas.

 

B.      Perabot-perabot Metodologi

(Logika, Induksi, Deduksi, Analogi, Komparasi)

1.        Logika Deduktif

Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah ini di antara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada secara penalaran deduktif selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pernyataan-pernyataan yang lebih dahulu diajukan. Pembahasan mengenai logika deduktif itu sangat luas dan meliputi salah satu di antara persoalan-persoalan yang menarik.

Macam-macam Penalaran Kategorik

a.        Aturan-aturan Menyusun Silogisme Kategorik

Sahnya suatu silogisme kategorik dapat diuji dengan lima aturan :

1)       Aturan 1 : Sesuatu terminus dalam premise yang secara implisit ditentukan ditentukan sebagai “sementara”, tidak mungkin muncul dalam kesimpulan dengan ditentukan sebagai “setiap” atau “setiap ……… “tidak”.

2)       Aturan 2 : Terminus yang terdapat dalam premise premise, tetapi tidak terdapat dalam kesimpulan, harus ditentukan sekurang-kurangnya sekali sebagai “setiap” atau “setiap ……… tidak”.

3)       Aturan 3 : Harus ada tiga terminus, dan hanya tiga terminus dalam suatu penalaran.

4)       Aturan 4 : Dari dua premise negatif, tidak dapat ditarik suatu kesimpulan.

5)       Aturan 5 : Jika salah satu premise negatif, maka kesimpulannya juga harus negatif.

b.       Bentuk-bentuk Penalaran Deduktif yang lain

1)       Jika pernyataan “p” benar, berarti pernyataan “q” benar. Dan jika ternyata dapat ditunjukkan bahwa pernyataan “p” benar, maka dapatlah ditegaskan bahwa pernyataan “q” benar.

2)       Jika pernyataan “p” benar, berarti pernyataan “q” benar. Dan jika ternyata dapat ditunjukkan bahwa pernyataan “p” sesat, maka dapatlah ditegaskan bahwa pernyataan “p” sesat.

3)       Jika hanya salah satu yang dapat benar, yaitu pernyataan “p” benar, pernyataan “q” benar, dan jika ternyata dapat ditunjukkan bahwa pernyataan “p” (atau “q”) sesat, maka “q” (atau “p”) dapat dipastikan benar.

2.        Logika Induktif

Logika induktif membicarakan tentang penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari hal-hal yang khusus. Kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan.

Penalaran Berdasarkan Probabilitas dan Penalaran secara Statistik

Macam induksi yang ketiga digambarkan dengan cara probabilitas dan statistik. Misalkan kita mengetahui John Smith adalah seorang guru dan kita ingin bertaruh bahwa usianya akan mencapai 65 tahun. Berapakah taksiran kita mengenai usianya? Untuk menjawabnya kita perlu mempunyai statistik mengenai panjangnya usia seorang guru.

3.        Analogi dan Komparasi

Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan ialah analogi dan komparasi. Suatu penalaran secara analogi berusaha untuk mencapai kesimpulan dengan menggantikan apa yang kita coba untuk membuktikannya dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut, namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalatan kita.

4.        Metode Verifikasi

Kiranya cukup sekian pembicaraan metode untuk mencapai kesimpulan. Tetapi kita mengetahui, agar sesuatu penalaran dapat membawa kita kepada kesimpulan yang dapat diterima, maka kiranya perlu untuk menetapkan tidak hanya lurusnya atau sahnya penalaran seseorang, melainkan juga kebenaran bahan yang mengawali penalaran tadi.

5.        Observasi (Pengamatan)

Suatu pernyataan yang maknanya dapat diuji dengan pengalaman yang dapat diulangi baik oleh orang yang mempergunakan pernyataan tersebut maupun oleh orang lain, pada prinsipnsi, dapat dilakukan verifikasi terhadapnya. Jika pernyataan itu lulus dalam ujian pengalaman, maka pernyataan itu dikukuhkan, meskipun tidak sepenuhnya terbukti benar. Jika saya berkata, “Di luar hujan turun”, dan saya pergi ke luar serta melihat dan merasakan turunnya hujan, maka pernyataan saya tersebut menurut ukuran tadi telah diverifikasi.

6.        Penalaran Berdasarkan Kontradiksi

Metode verifikasi yang kedua menunjukkan, kesesatan pernyataan yang dipersoalkan ialah karena bertentangan dengan dirinya, atau mengakibatkan pertentangan dengan pernyataan-pernyataan lain yang telah ditetapkan dengan baik. Misalnya, orang mungkin mencoba untuk membuktikan bahwa garis-garis yang sejajar itu bertentangan dan kemudian menunjukkan bahwa hal yang demikian ini akan membawa kita kepada kontradiksi.

 

 

 

C.     Cara Memulai dan Melanjutkan dalam Perenungan Kefilsafatan

Perenungan-perenungan tentang Filsafat pertama :

1.        Adanya masalah

Tahap pertama dalam perenungan kefilsafatan ialah menyadari adanya masalah. Masalah yang kita hadapi mungkin seluas masalah mengenai kebenaran, atau sesempit kesadaran bahwa suatu istilah yang diajukan memerlukan penjelasan.

2.        Memeriksa penyelesaian-penyelesaian yang terdahulu

Kecuali menguji bahan, perlu juga kita mempertimbangkan penyelesaian-penyelesaian yang telah diajukan mengenai masalah yang bersangkutan. Agar dalam pikiran kita, ada kejelasan tentang langkah permulaan yang sesat, segi-segi yang diabaikan, atau bahan-bahan bukti yang tidak lengkap. Maka langkah ketiga dalam perenungan kefilsafatan ialah, mengenal apa yang dikatakan orang-orang lain mengenai masalah yang bersangkutan dan menguji penyelesaian-penyelesaian mereka.

3.        Menguji Konsekuensi-konsekuensi

Langkah keenam dalam perenungan kefilsafatan terdiri dari verifikasi terhadap hasil-hasil penjabaran yang telah dilakukan. Karena filsafat berusaha memahami, maka tugas pokoknya pada hakekatnya ialah memperoleh pengetahuan. Bagaimana verifikasi dilakukan telah ditinjau di atas.

4.        Menarik kesimpulan

Langkah terakhir dalam perenungan kefilsafatan harus terdiri dari penarikan suatu kesimpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan kita. Perenungan kefilsafatan merupakan suatu usaha memperoleh pengetahuan, dan dengan demikian usaha ini berakhir bila telah ditemukan macam jawaban terhadap masalah yang bersangkutan.

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

 

A.     Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat merupakan pemikiran secara sistematis. Kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup maupun memahami diri kita sendiri.

 

B.      Saran

Dengan penulisan makalah ini diharapkan bagi para Qori (pembaca), dapat memahami sekelumit tentang ilmu filsafat, yang selanjutnya bisa mengetahui hakekat kebenaran. Namun diharapkan tidak lepas dari kekuasaan Alloh SWT yang mengatur segala aspek kehidupan manusia sekaligus Dzat Yang Maha Benar. Dan juga bagi para pembaca yang mau memperdalam filsafat haruslah dibentengi dengan keimanan.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Lois O. Kattsoff. 1992. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana Yogya : Yogyakarta