Skripsi Komulatif Kajian Al Qur'an Surat Annisa Ayat 9

Daftar Isi

 

 

 
BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

 Kehidupan berkeluarga adalah sesuatu yang bersifat fitrah. Sebagai miniatur masyarakat, ia merupakan nukleus atau inti bagi proses perkembangan masyarakat, dan pada gilirannya juga perkembangan bangsa.

Seseorang yang menapaki kehidupan keluarga biasanya diliputi keyakinan akan keindahan yang bakal mereka reguk, harapan-harapan akan suasana ketentraman dan kasih sayang yang bakal tercipta. Namun adakalanya, kenyataan tak selamanya bersahabat, bayangan akan keindahan mungkin hanya terasa pada awal-awal tahun kehidupan berkeluarga. Setelah itu, muncullah hari-hari “racun”, pahit, dan tak menyenangkan.

Sebagian orang percaya bahwa hidup adalah panggung sandiwara. Apapun permainan yang dilakukan, hanyalah kehendak “Sang Sutradara” secara mutlak. Itu adalah pendapat sebagian orang yang menganut paham pesimisme, bahwa manusia tak punya peran untuk memainkan lakon yang terbaik. Pendapat itu bisa dimaknai dalam batasa-batas bahwa ada Dzat Yang Maha Pengatur, Allah SWT, yang telah menentukan kehendak-Nya atas seluruh alam semesta ini, tanpa membuat manusia menjadi pasrah secara fatalistik. Ini berarti bahwa paradigma Steven Covey dalam The Seven Habits for Effecitive People tentang titik perubahan “dari dalam keluar” menjadi hal yang relevan.[1]

1

 
Kasus-kasus yang terjadi dalam potret kehidupan keluarga modern belakangan ini telah sampai pada titik kulminasi yang membuat hati miris. Percekcokan suami-istri kini bisa saja dikemas menjadi kepurapuraan untuk melenggangkan status dan kedudukan di masyarakat. Bahkan perselingkuhan yang terang-terangan pun tampaknya sudah menjadi fenomena baru sebagai ekses bergesernya sendi-sendi kehidupan masyarakat modern.

Ada yang mengidealkan bahwa lembaga keluarga mestilah terpenuhi empat aspek kebutuhan dasar manusia, yaitu aspek seksualitas, aspek reproduksi, aspek kebersamaan, dan aspek spiritualitas. Aspek seksualitas berarti bahwa pemenuhan kebutuhan seksual merupakan hal yang fitrah dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, menjadi logis jika dibuat sebuah lembaga untuk mengemas instink seksual menjadi sebuah kegiatan yang diliputi oleh keluhuran budi dan akhlak mulia.

Aspek reproduksi berkaitan dengan aspek seksualitas sebagaimana Surat Ali Imran: 14 dan An Nisa: 1. Keturunan yang diperoleh dalam kehidupan keluarga merupakan modal bagi kelangsungan budaya manusia spesies manusia itu sendiri. Dapat dipahami bahwa peran dan tanggung jawab keluarga dalam memperoleh keturunan yang “unggul” adalah faktor penting bagi kehidupan bermasyarakat dan meningkatkan eksistensi manusia sebagai makhluk yang utuh.

Aspek kebersamaan pada hakikatnya menegaskan tentang perwujudan lembaga perkawinan sebagai bagian dari kolektivitas sosial. Dengan demikian kebersamaan bukan hanya berarti kebersamaan suami-istri dalam memenuhi kebutuhan kedua aspek (seksualitas dan reproduksi) saja, melainkan juga kebersamaan yang lebih luas yakni perwujudan “masyarakat kecil” yang menjadi batu bata pertama bangunan masyarakat sesungguhnya.

Aspek spiritualitas sering dilalaikan dalam pembentukan keluarga. Padahal salah satu tujuan pendidikan nasional adalah pembangunan kualitas manusia yang menyangkut ciri spiritualitas atau religiusitasinya. Mestinya untuk aktualisasi ketiga segi yang lain (seksualitas, reproduksi, dan kebersamaan) terintegrasi dan dijiwai oleh spiritualitas ini. Hal inilah yang menjadi agenda kita bersama untuk menempatkan aspek ibadah, menyempurnakan separoh “dien” dalam menjiwai prosesi perkawinan seseorang.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan untuk menciptakan keluarga yang kuat yang bernuansa Islami, haruslah dibangun mulai dari masalah pelurusan niat, persoalan yang mungkin muncul, sampai pada hal-hal yang praktis seperti menyiasati rumah sempit, menyiram bunga di depan rumah, menyapu rumah, membuang sampah pada tempatnya semua adalah dakwah dan pendidikan.

Singkatnya keluarga yang kuat dalam bahasa agama sakinah dan mulia adalah dambaan setiap insan. Untuk mencapai dambaan itu ada beberapa fondasi yang harus dipertahankan. Pertama, ketenangan, kedua, saling mencintai, dan ketiga, saling mengasihi dan saling menyayangi.

Keluarga dalam struktur sosial masyarakat adalah merupakan unsur masyarakat yang paling kecil. Dikatakan masyarakat karena dalam satu keluarga terdiri dari beberapa individu yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Disamping itu juga memungkinkan adanya interaks sosial yang komplit termasuk dalam hal ini interaksi pendidikan.

Bagi masyarakat Islam yang berkembang sejak zaman Nabi Muhammad melaksanakan misi sucinya menyebarkan agama Islam, pendidikan merupakan kunci kemajuan yang dikembangkan bagi manusia secara pribadi ataupun dalam keluarga dan lebih luas lagi. Untuk mengembangkan masyarakat yang bernuansa Islam tentulah berawal dari konsep pendidikan yang dikembangkan dalam keluarga.

Sumber-sumber pokok ajaran Islam yang berupa Al-Qur’an dan Hadits, banyak mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola kemajuan hidup yang dapat mensejahterakan pribadi dalam masyarakat, sehingga dengan kesejahteraan pribadi dalam masyarakat, manusia secara individual dan sosial mampu meningkatkan derajat dan martabatnya baik bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Derajat dan martabat sebagai kholifah dapat diraih berkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pendidikannya terutama pendidikan dalam keluarga.

Sejalan dengan misi agama Islam yang diturunkan Allah kepada manusia, proses pendidikan Islam berusaha merealisasikan misi itu dalam diri tiap pribadi manusia yaitu menjadikan manusia sejahtera dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Nilai-nilai Islam yang demikian itulah yang ditumbuhkembangkan dalam pribadi-masing-masing muslim melalui proses transformasi pendidikan dengan konferehensip dan tanpa dikotomi pendidikan, dengan orientasi kepada kekuasaan Allah dan kodrat serta irodah-Nya.

Fenomena zaman kian maju, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, tetapi sisi negatifnya telah teracuni generasi muda dengan bertingkah laku yang rusak seperti minum-minuman keras, perzinaan, pencurian, narkoba, dan sederet kemungkaran lagi yang kini kian marak yang kita saksikan di sekeliling kita.

Secara realistis bahwa masyarakat kita adalah muslim yang melaksanakan pendidikan adalah wajib termasuk pendidikan dalam keluarga, sehingga sangatlah perlu dikaji sejauh mana Islam berbicara dan mengkaji tentang pendidikan keluarga.

Dengan kondisi yang demikian itu penulis merasa terpanggil untuk mengadakan penggalian teori dan konsep Pendidikan Keluarga menurut tinjauan Islam.

Disisi lain kajian juga tugas akhir bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Tarbiyah di Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo dan  untuk mendapatkan gelar kesarjanaan S1 dengan gelar S.Pd.I. Adapun judul yang penulis ambil adalah urgensi Pembentukan Keluarga yang Kuat dan Implikasinya dalam Pendidikan Anak (Kajian Al-Qur’an Surat An Nisa : 9).

 

B.       Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat penulis identifikasikan masalah sebagai berikut :

1.      Banyaknya keluarga yang tidak tahu konsep keluarga yang kuat menurut Al Qur’an.

2.      Banyaknya pernikahan pada usia muda.

3.      Secara realistis bahwa masyarakat muslim wajib melaksanakan pendidikan termasuk pendidikan dalam keluarga, sehingga sangatlah perlu dikaji sejauh mana Islam berbicara dan mengkaji tentang pendidikan keluarga melalui kajian Q.S An Nisa ayat 9.

 

C.    Penegasan Istilah

 

Untuk memberikan batasan agar tidak terjadi perluasan masalah yang tidak perlu maka berikut ini terlebih dahulu akan dibahas tentang penegasan istilah yang berkaitan dengan judul diantaranya yaitu:

 

1.      Urgensi

Urgensi mempunyai arti keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting, meningkatkan disiplin.[2]

Dari pengertian tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa urgensi adalah suatu keharusan yaang keberadaan keharusan tersebut dipandang hal yang sangat penting (dominan) untuk dapat mencapai kualitas keberhasilan.

 

  1. Pembentukan Keluarga

Pembentukan berarti menjadikan atau mewujudkan. Sedangkan  pengertian keluarga dijelaskan oleh Team Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar Pendidikan, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah orang sesisi rumah (semisal keluarga Amir pindah ke Jakarta, berarti sesisi rumah pindah ke Jakarta).[3]

Sedangkan yang penulis maksud dengan pembentukan keluarga dalam pembahasan ini adalah menjadikan atau mewujudkan suatu struktur kebersamaan dalam satu rumah yang terdiri dari Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik serta Kakek, Nenek.

Pendidikan keluarga secara spesifik yang hendak dibahas dalam kajian ini adalah suatu pendidikan atau bimbingan yang diberikan oleh orang tua baik Bapak, ibu terhadap anak sebagai upaya memberikan bantuan agar anak tersebut mendapatkan kemampuan dalam mengembangkan diri sendiri terutama menghadapi pendidikan formal yang ia terima.

Keluarga yang kuat adalah keluarga dalam pengertian yang terbentuk dari konsep sakinah, mawaddah dan rahmah, yang diimplementasikan dalam keluarga.

 

  1. Implikasi

Implikasi berarti keterlibatan atau keadaan terlibat, yang temasuk atau tersimpul. Istilah implikasi yang penulis maksudkan adalah keterlibatan sesuatu (dalam hal ini keluarga yang kuat) dalam ikut mewarnai hasil pendidikan (dalam hal ini pendidikan anak).

 

  1. Pendidikan Anak

Pendidikan banyak dijelaskan oleh para pakar pendidikan diantaranya yaitu Prof. Zahara Idris menjelaskan tentang pendidikan:

Pendidikan adalah kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.[4]

 

Dari penjelasan tersebut di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak untuk memberikan Bantuan agar sianak dapat mengembangkan jati dirinya untuk menjadi manusia dewasa yang sempurna.

Pengertian anak dapat dipahami sebagai orang dewasa yang dalam batasan umur antara 5 sampai 16 tahun. Sedangkan anak secara kejiwaan adalah anak yang masih dalam usia sekolah dan memerlukan bimbingan orang tua. Sedangkan secara tanggung jawab kategori anak sampai masa anak siap untuk mandiri.

Penulis menekankan pengertian anak dalam pembahasan ini adalah orang yang berusia antara 5 sampai 15 tahun dan perlu mendapatkan bimbingan dari orang tua dalam segala hal.

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul di atas adalah keberadaan keluarga yang kuat sangat berpengaruh dalam mendidik anak agar dapat menjadi anak yang bertanggung jawab dan siap mandiri dengan mengkaji Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 9 sebagai pijakan.

 

D.    Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah :

1.      Bagaimana isi kandungan Surat An Nisa ayat 9 ?

2.      Bagaimana Pembentukan  Keluarga yang kuat menurut Perspektif Islam.(Q.S. An Nisa : 9)

3.      Apa urgensi keluarga yang kuat dan implikasinya bagi Pendidikan Anak dalam Keluarga menurut Perspektif Islam.

 

E.     Tujuan Pendidikan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk :

1.      Mengetahui isi kandungan Surat An Nisa ayat 9.

2.      Mengetahui Pembentukan Keluarga yang kuat menurut Perspektif Islam (Q.S. An Nisa : 9)

3.      Mengetahui urgensi keluarga yang kuat dan implikasinya bagi  Pendidikan Anak dalam Keluarga menurut Perspektif Islam

 

A.      Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam skripsi ini adalah :

1.         Bagi Lembaga :

                           a.     Sebagai sumbangan bagi pengembangan lembaga pendidikan pada umumnya dan khususnya Pondok pesantren untuk memperkaya khasanah dunia pendidikan Islam yang diperoleh dari penelitian literer.

                           b.     Sebagai informasi baru bagi lembaga maupun praktisi pendidikan Islam dalam mengembangkan pemahaman isi kandungan Al Qur’an sekaligus dapat mengaplikasikan melalui teori dan praktek dalam kehidupan.

2.      Bagi Penulis :

a.       Untuk menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang  pembentukan  keluarga yang kuat dan implikasinya dalam pendidikan anak..

b.      Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah di UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, dengan pengalaman praktek di lapangan.

c.       Untuk memperluas cakrawala berfikir dalam rangka meningkatkan diri sebagai bekal untuk kehidupan di masyarakat.

 

F.     Metodologi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi data yang valid tentang masalah yang dibahas dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang lazim digunakan.

1.      Data

a.       Jenis data

Pendidikan ini sifatnya kualitatif dan literer.

Data kualitatif adalah data yang memakai pernyataan-pernyataan dalam bentuk kalimat atau uraian.[5]

 

 

b.      Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.[6]

Data primer adalah data pokok yang menjadi inti pembahasan. Dan data sekunder adalah data pendukung terhadap data primer.

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini, penulis mengambil sumber pokok yaitu Al Qur’anul Karim dan buku-buku yang mempunyai kualifikasi baik terutama menyangkut masalah pendidikan keluarga. Sedangkan untuk data sekunder penulis mengambil sumber literer lain yang mendukung dan relevan.

c.       Methodologi Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan library research.

2.      Teknik analisis data

Dalam menganalisis data digunakan analisis isi atau content analysis. Yang dimaksud content analysis adalah suatu teknik untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteknya. Adapun langkah-langkah analisis yang ditempuh oleh penulis adalah dari data-data yang diperoleh penulis berupaya untuk mengkaji dan mengaitkan data-data tersebut disesuaikan dengan pokok-pokok permasalahan yang dibahas, kemudian dipaparkan dalam bentuk penjelasan

 

G.    Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi data dengan  sistematika pembahasan yang terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir :

1.    Bagian Awal :

Bagian awal meliputi : halaman judul, halaman pengesahan, halaman nota pembimbing, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.

2.    Bagian Tengah

Pada bagian tengah ini terdiri dari :

BAB I    :   Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal diantaranya tentang latar belakang, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan kerangka teoritik, dan juga dibahas tentang sistematika pembahasan.

BAB II :   Dalam bab ini dibahas tentang kajian pustaka mengenai urgensi pembentukan keluarga yang kuat dan implikasinya dlam pendidikan anak. sub pembahasan ini meliputi pendidikan anak dalam keluarga, proses pendidikan anak dalam keluarga, dan tujuan pendidikan anak dalam keluarga.

BAB III     :       Bab ini menjelaskan tentang kajian penelitian Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 9

BAB IV : Bab ini membahas analisa urgensi keluarga yang kuat dan implikasinya dalam pendidikan anak.

BAB V :   Penutup

Dibahas tentang kesimpulan dari pembahasan, Saran-saran dari penulis dan kata penutup dari penulis.

 

3.    Bagian Akhir

Bagian akhir meliputi : daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
BAB II

KELUARGA YANG KUAT DAN PENDIDIKAN ANAK

 

Sebelum pembahasan tentang pendidikan anak dalam keluarga menurut Islam dibahas secara luas dan mendalam, terlebih dahulu dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian dari pendidikan anak dalam keluarga menurut Islam. Hal ini dipandang perlu agar semua yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini akan terkaji secara sistematis sesuai dengan urutan pembahasan.

 

A.    Pendidikan Anak dalam Keluarga

1.      Pengertian Pendidikan

Dalam pembahasan ini akan dibahas pengertian pendidikan anak dalam keluarga menurut Islam yang disampaikan oleh para tokoh dan untuk memberikan gambaran lebih rinci akan penulis jelaskan tentang pengertian pendidikan menurut para tokoh dan kemudian penulis menyimpulkan sesuai dengan maksud penulisan skripsi.

Pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh mereka apabila dilihat sepintas akan menemukan perbedaan. Tetapi apabila disimak secara mendalam akan menemukan inti persamaan yang prinsip. Setidaknya urgensi dari pendapat mereka apabila dikonklusikan dengan sebuah kesimpulan akan didapat konsep yang mempunyai tujuan dan arah yang sama.

Diantara pengertian pendidikan menurut para pakar pendidikan adalah :

a.       Menurut Zakiah Darodjat

Pengertian pendidikan adalah berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi.1

 

11

 
 

 


b.      Menurut Prof.. H.M. Arifin, M.Ed.

Pendidikan adalah usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah.2

 

c.       Menurut Dr. Ahmad Tafsir

Pendidikan adalah usaha peningkatan diri sendiri dalam segala aspek.3

 

d.      Menurut tim Dosen FIP IKIP Malang

Pendidikan adalah suatu kegiatan pembinaan sikap mental yang akan menentukan tingkah lakunya.4

 

e.       Menurut Drs. Zuhairini, dkk. 

Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup.5

 

Dari beberapa pendapat tersebut di atas daat kiranya penulis mengambil kesimpulan tentang pengertian pendidikan, yaitu suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk membentuk dan memberdayakan peserta didik agar dapat menemukan kepribadian yang baik dan dapat mengembangkan diri sendiri, baik perkembangan jasmaniyah maupun perkembangan rohaniah kepada arah kedewasaan yang lebih luhur.

Dari pengertian itu dapat diambil gambaran bahwa yang dinamakan pendidikan harus memiliki beberapa unsur diantaranya :

a.       Unsur pendidik

b.      Unsur peserta didik

c.       Unsur materi pendidikan

d.      Unsur sarana pendidikan

e.       Unsur interaksi pendidikan

f.       Unsur tujuan yang hendak dicapai.

2.      Pengertian Anak

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang klasifikasi status anak, remaja, pemuda, orang tua, maka penulis menyajikan pendapat para tokoh dalam bidangnya menyangkut tentang tingkat klasifikasi status anak. Diantaranya menutur:

a.       Drs. B. Simanjuntak, S.H.

Simanjuntak membagi masa kanak-kanak menjadi 3 kelompok yaitu :

1.      Masa bayi dan masa anak-anak antara 0 – 7 tahun

a.       Masa bayi antara 0 – 1 tahun

b.      Masa kanak-kanak            – masa vital antara 0 – 2 tahun

                                                      - masa estitis antara 2 – 7 tahun

2.      Masa Sekolah / intelektual antara 7 – 12 tahun

3.      Masa sosial 13 – 21 tahun

a.       Masa puerel 13 tahun

b.      Masa pra pubertas 14 – 15 tahun

c.       Masa pubertas 15 – 18 tahun

d.      Masa adolescent 18 – 21 tahun. 6

 

b.      Prof. Dr. Zakiah Darodjat

Beliau membagi umut pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi masa anak-anak, masa remaja, dan masa dewasa.

1.      Masa anak-anak antara 0 – 12 tahun

2.      Masa remaja antara 13 – 21 tahun

3.      Masa dewasa antara 21 tahun ke atas.[7]

 

 

c.       Moh. Amin

Membagi perkembangan usia anak dengan berbagai tinjauan.

1.      Tinjauan Biologis

Umur 0 – 1 tahun masa bayi

Umur 1 – 12 tahun masa kanak-kanak

Umur 12 – 15 tahun masa puber

Umur 15- 21 tahun masa pemuda

Umur 21 tahun ke atas masa dewasa

 

2.      Tinjauan budaya fungsional

Umur 0 – 12 tahun masa anak-anak

Umur 13 – 18 tahun masa remaja

Umur 18 – 21 tahun masa dewasa

Umur 18 tahun dianggap dewasa untuk tugas-tugas negara dan dianggap sebagai batas bawah dewasa.[8]

 

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masa anak-anak adalah manusia yang masih berkisar dalam umur antara 0 – 12 tahun, sedangkan masa remaja yaitu antara kisaran umur 13 – 19 tahun, sedangkan masa dewasa antara 20 tahun ke atas.

Meskipun demikian penulis memberikan pandangan tersendiri tentang klasifikasi umur dalam tingkatan usia sebagai berikut:

1.      Masa bayi antara 0 – 17 bulan

2.      Masa anak-anak awal antara 18 bulan sampai 4 tahun

3.      Masa anak-anak antara 4 – 9 tahun

4.      Masa anak-anak akhir antara 10 – 12 tahun

5.      Masa remaja awal antara 12 – 14 tahun

6.      Masa remaja antara 14 – 17 tahun

7.      Masa remaja akhir antara 17 – 22 tahun

8.      Masa dewasa 23 tahun ke atas.

Sedangkan khusus dalam penulisan skripsi ini yang menyangkut dengan masa kanak-kanak sebagai peserta didik yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.      Usia 0 – 8 tahun, sebagai masa peletakan dasar pendidikan baik pendidikan yang bersifat umum maupun pendidikan yang bersifat keagamaan.

Khusus dalam konsep pendidikan Islam masa tersebut dalam kondisi pemberian pendidikan belum berdasarkan intelektual dan Analisa, melainkan masih bersifat taklid. Artinya pendidikan yang berupa contoh-contoh dan symbol – symbol dari  pendidikan. Sedangkan pengetahuan yang bersifat ilmiah peletakan landasan berpikir.

 

2.      Usia 8 – 10 tahun sifat pendidikan disamping melalui contoh-contoh, melainkan mulai adanya penekanan – penekanan dalam pelaksanaan nilai-nilai pendidikan yang diajarkan seperti sholat dan sebagainya.

 

3.      Usia 10 – 15 tahun masa pelaksanaan dan sangsi-sangsi bagi anak yang belum melaksanakan nilai-nilai pendidikan yang diajarkan, meskipun pelaksanaan itu masih dalam tahap pembelajaran pelaksanaan.

 

4.      Usia 15 – ke atas, orientasi pendidikan sudah mengacu kepada perkembangan intelektual untuk memberikan arahan tentang kebenaran bukan berdasarkan contoh dan taklid melainkan sudah melalui Analisa-analisa dan dasar dalil dari sumber hukum yang diakui kebenarannya.

 

Yang dimaksud dengan istilah anak dalam kategori pembahasan ini adalah seseorang yang dalam standar klasifikasi umur seperti tersebut di atas dan masih menjadi beban tanggungan orang tua. Baik tanggung jawab material maupun tanggung jawab spiritual yang menyangkut pembentukan karakter dalam keluarga. Sedangkan ketentuan secara pasti tentang usia anak yang menjadi tanggungan pendidikan keluarga tidak hanya bisa dipandang dari kemampuan secara ekonomis.

B.     Metode Pendidikan Anak

Metode adalah suatu sistem atau cara yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat meraih sesuatu yang diharapkan, atau tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang dimaksud dengan metode dalam pembahasan ini adalah metode atau cara-cara pendidikan itu dilaksanakan. Penulis membagi metode dalam penulisan ini ke dalam dua kelompok yaitu pendidikan tidak langsung dan pendidikan langsung.

 

1.      Pendidikan tidak langsung

a.       Memberikan contoh-contoh

Pendidikan tidak langsung adalah suatu sistem pendidikan yang tidak secara langsung memberikan materi-materi pendidikan kepada anak atau peserta didik, melainkan proses pembelajaran yang dilakukan melalui simbol-simbol atau contoh-contoh. 

Pendidikan tidak langsung dengan menggunakan contoh-contoh ini penting dimana sifat dan sikap anak pada awalnya adalah mencontoh gerak dan ucapan serta tingkah laku orang dewasa.

Simbol atau contoh yang ditampilkan oleh orang sekitar dalam lingkungannya akan dianggap oleh anak dalam pemikirannya dan akan direfleksikan dalam gerak dan sikap serta tingkah laku yang mirip dengan apa yang diterima oleh anak.

Sering orang tua berkata bahasa Jawa (dengan kromo inggil). Dalam hal ini bukan orang tua sedang bersikap menghormati yang berlebihan kepada anak, melainkan orang tua sedang memberikan pelajaran melalui contoh agar anak menangkap suatu tingkah laku penghormatan antara anak kecil, anak dewasa dan orang tua.

Orang tua sholat, dengan anak-anak yang belum waktunya sholat diletakkan di samping orang tua. Hal ini dilakukan agar anak akan merekam gerakan-gerakan sholat yang ditampilkan oleh orang tua.

 

b.      Memberi perintah

Orang tua sering menyuruh anak membelikan sesuatu, mengambilkan sesuatu, mengerjakan sesuatu. Orang tua dalam hal ini tidak bermaksud mendapatkan manfaat dari nilai pekerjaan yang dilakukan, melainkan lebih menekankan terhadap suatu bentuk pendidikan agar anak bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diembannya.

Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa anak agar menjadi tahu tentang rasa  tanggung jawab sejak dini diberi beban tanggung jawab oleh orang tua meskipun seberapa kecilnya tanggung jawab itu dibebankan.

Di sisi lain anak juga perlu diberi peringatan bukan sekedar pengetahuan tentang kewajiban bagi anak untuk membantu orang tua. Dengan anak disuruh oleh orang tua maka anak akan merasakan dan mengerti bahwa membantu orang tua adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

Dalam bentuk lain orang tua yang bijaksana sering membagi pekerjaan yang ada di rumah kepada anak-anak sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Misalnya yang paling kecil dan sudah cukup mampu untuk mencuci piring. Yang lebih besar untuk menyapu dan mengepel lantai. Yang lebih besar lagi untuk menyetrika. Dan yang lebih besar lagi untuk memasak (bagi Perempuan) dan Mengerjakan pekerjaan Bapak seperti mencangkul, mencuci mobil (bagi anak laki-laki).

Dalam kehidupan di desa, orang tua biasanya melatih kehidupan bermasyarakat bagi anak yang sudah dewasa dengan menyuruh mewakili selamatan bagi sang Bapak, mewakili rapat RT, dan mewakili kerja bakti.

 

 

 

c.        Menghindarkan konflik

Sebagaimana keterangan di muka bahwa sifat dari anak adalah meniru, mencontoh. Agar anak tidak terkontaminasi dalam pendidikannya dengan hal-hal yang jelek, maka orang tua harus dapat menghindarkan konflik bagi anak.

Yang dimaksud dengan konflik dalam hal ini adalah suatu keadaan yang kurang mendukung untuk terbentuknya sebuah pendidikan yang positif. Contoh apabila Bapak dengan ibu bertengkar dan anak sampai mengetahui bahkan merekan kalimat kotor yang dilontarkan oleh kedua orang tuanya maka anak akan menirukan. Di samping itu anak juga anak mengambil sikap permusuhan terhadap pihak yang mereka tidak sukai. Misalnya Bapak sering memarahi anak kedua, maka dalam situasi itu anak kedua akan membela kepada ibu karena merasa senasib.

 

d.      Memberikan hadiah

Hadiah adalah suatu pemberian yang diberikan karena seseorang mendapatkan suatu prestasi, atau keberhasilan yang diraih.

Hadiah pada hakekatnya merupakan suatu bentuk motivasi agar anak lebih meningkatkan prestasinya. Besar kecilnya hadiah bagi seseorang tidak menjadi masalah karena ukurannya bukan jumlah melainkan sebagai penghormatan, penghargaan secara batiniah.

Dalam prakteknya hadiah bisa diberikan hanya dalam bentuk acungan jempol, ucapan bagus, ciuman, diajak tamasya atau yang lain. Hadiah penting diberikan agar anak merasa tersanjung, termotivasi dan dihargai atas prestasi yang telah diraihnya.

 

e.       Hukuman

Pemberian hukuman merupakan suatu metode pendidikan meskipun tidak harus selalu dilakukan. Hal ini dilakukan apabila situasi mengharuskan adanya suatu hukuman sebagai alternative. Tentang hukuman ini Rosulullah telah memberikan pelajaran dalam haditsnya :

مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم [9]ابماء عشر  وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه الحكم وابو داود).

 

Artinya : Suruhlah anak-anakmu menjalankan ibadah sholat jika mereka sudah berumur tujuh tahun. Dan apabila sudah berumur sepuluh tahun maka pukullah, jika mereka tidak mau melaksanakan sholat dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Al Hakim dan Abu Dawud).

 

Dari hadits tersebut di atas diketahui bahwa memukul merupakan alat pendidikan. Hal ini dilakukan apabila anak yang sudah berusia sepuluh tahun belum mau melaksanakan sholat. Hal ini juga dilalui melalui tahapan-tahapan seperti pembelajaran cara dan do’a sholat, peringatan apabila delapan tahun belum mengerjakannya. Peringatan keras apabila sudah berumur 9 tahun belum melaksanakannya dan dipukul apabila sepuluh tahun belum mau menjalankannya.

 

2.      Pendidikan langsung

Pendidikan langsung adalah pendidikan oleh orang tua yang langsung diberikan kepada anak tanpa melalui proses nsure-simbol ataupun gejala yang lain.

Dalam prakteknya pendidikan langsung ini bagi orang tua banyak dibantu oleh pemerintah maupun lembaga swasta yang menangangi pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Diantara pendidikan yang langsung bagi orang tua terhadap anak adalah:

a.       Masukan anak ke lembaga pendidikan

Secara unsur mendidik anak baik secara langsung maupun tinda langsung adalah merupakan kewajiban orang tua. Dalam hal ini mengingat orang tua banyak mengalami kendala maka pendidikan langsung pada umumnya banyak diserahkan orang tua kepada lembaga-lembaga yang ada baik formal maupun non-formal.

Pendidikan formal adalah pendidikan secara resmi didirikan oleh pemerintah ataupun swasta dengan standarisasi yang diberikan oleh pemerintah dan berskala nasional. Contoh pendidikan formal seperti SD, MI, SLTP, MTs, SMU, SMK, MA dan sebagainya.

Pendidikan non formal adalah pendidikan yang tidak secara resmi didirikan oleh pemerintah dan tidak memiliki standarisasi yang khusus secara nasional tapi bersifat unsur dan ketrampilan. Termasuk dalam kategori pendidikan ini adalah Pondok Pesantren, kursus-kursus ataupun kegiatan lain yang bersifat mendidik.

Orang tua yang memasukkan anaknya ke dalam lembaga pendidikan ini berarti telah melaksanakan pendidikan secara langsung meskipun melalui perwakilan lembaga pendidikan yang ada.

 

b.      Membimbing belajar

Dalam menjalankan pendidikan langsung ini anak biasanya banyak mengalami kendala. Peran orang tua adalah memberikan bimbingan secara langsung tentang hal-hal yang kurang diketahui oleh anak. Apabila orang tua melaksanakannya dengan baik, maka orang tua melakukan pendidikan secara langsung.

 

c.       Memberikan cerita tentang orang yang baik

Orang tua sering memberikan gambaran dengan kisah cerita orang – orang dahulu yang shalih. Hal ini dilakukan agar anak mengetahui secara langsung yang digambarkannya. Termasuk dalam hal ini kisah orang tua (Bapak, ibu) semasa kecil, biasanya hal yang memprihatinkan.

C.    Proses Pendidikan Anak dalam Keluarga

Dalam sebuah keluarga pendidikan adalah bukan sesuatu yang secara otomatis dan kebetulan tanpa adanya proses yang harus ditempuh. Pendidikan adalah suatu proses setahap demi setahap untuk dapat mencapai tingkat maksimal seperti Sarjana, Doktor dan sebagainya.

Berikut ini suatu proses pendidikan yang harus ditempuh bagi pendidikan anak dalam keluarga.

1.      Pendidikan Pranatal

Masa prenatal secara umum dapat dipahami sebagai suatu masa dimana seorang bayi masih di dalam kandungan ibunya atau belum dilahirkan ke dunia. Sedangkan setelah manusia lahir disebut dengan postnatal.

Dalam perjalanannya manusia melalui beberapa proses perkembangan. Baik perkembangan sejak masa prenatal, postnatal, bahkan sampai meninggal dunia.

Dari masa ke masa itu perkembangan manusia tidak semata berkembang dari segi material / fisik saja melainkan perkembangannya menyangkut dimensi non material, seperti perkembangan jiwa, perkembangan emosi, perkembangan pemikiran/intelektual dan perkembangan iman.

Untuk mendukung perkembangan secara material dalam arti fisik, unsur material pulalah yang menentukan kualitas perkembangan itu, seperti makanan yang bergizi, protein, vitamin dan mineral yang cukup akan melahirkan anak yang mempunyai material dan fisik yang baik. Tetapi tentang perkembangan non material, sebagaimana disebutkan di muka, peran yang dominant dalam mendukung perkembangannya adalah unsur non material pula, seperti pendidikan/ilmu pengetahuan, emosional, sikap dan tingkah laku.

Ada beberapa tahapan yang dilalui bagi anak dalam masa perkembangan prenatal, diantaranya disebutkan dalam surat Al Mu’minun ayat 12 -14 :

s9urقد$oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7s#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sƒø:$# ÇÊÍÈ

Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.[10]

 

Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa unsur material dari manusia adalah dari sari pati tanah. Dari sari pati itu pula dijadikanlah air mani, darah, daging, tulang belulang dan jadilah manusia. Rahasia ayat tersebut di atas dapat kita simak yaitu Allah menjelaskan manusia dengan kalimat makhluk yang lain.

Menurut hemat penulis dan Analisa penulis yang dimaksud dengan makhluk yang lain adalah makhluk yang memiliki kelebihan dibanding  makhluk yang lain, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Secara material proses kejadian manusia tidak jauh berbeda dengan proses kejadian hewan, meskipun tidak sama persis. Tetapi karena hewan unsurnya hanya material semata, maka tidak memiliki kelebihan apa-apa. Sedangkan manusia yang menjadikan nilai lebihnya yaitu unsur non material, sebagaimana tersebut di atas.

Nilai lebih manusia yang berupa non material akan dapat berkembang dengan maksimal dengan ditunjang pendidikan sejak sedini mungkin yaitu masih di dalam kandungan.

Termasuk pendidikan prenatal yang sering dilakukan oleh orang jawa yaitu budaya Kapatan, tujuh bulan, pembacaan surat Yusuf dan surat Maryam. Hal ini dilakukan semata dalam rangka mendidik anak dikala masih di dalam kandungan.

Membaca surat Maryam dan Yusuf dengan harapan akan meniru kebaikan Dewi Maryam dan Nabi Yusuf. Kapatan yaitu dalam rangka berdo’a kepada Allah karena masa itu Allah sedang menurunkan nasib seseorang.

Adapun materi dan cara pendidikan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak dalam masa prenatal ini adalah:

a.       Pendidikan Keimanan

Pendidikan ini dilakukan untuk membekali anak yang masih dalam kandungan agar mendapatkan iman yang baik. Adapun proses pendidikannya yaitu dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang tua, seperti sholat, membaca Al Qur’an, bersedekah, dan sebagainya.

Pendidikan ini tidak bersifat langsung, tetapi merupakan suatu proses interaksi pendidikan yang terjadi melalui ikatan emosional orang tua. Dengan emosi yang selalu dikendalikan dengan iman maka anak bayi dalam kandungan akan selalu tersinari dengan nilai-nilai iman yang dilakukan oleh orang tuanya.

Untuk hal ini maka berkembang budaya bagi masyarakat kita yaitu adanya kegiatan Ngapati, Mitoni, Membaca surat Maryam dan surat Yusuf pada masa kehamilan. Hal ini semata wujud pendidikan yang sedang dilakukan oleh orang tua terutama pendidikan tauhid kepada anak.

 

 

b.      Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti yaitu pendidikan yang menyangkut sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. Sikap ini perlu dilatih dan dikembangkan sejak kecil bahkan sejak sebelum menikah.

Ada budaya jawa yang mengatakan apabila sedang hamil, apabila Mencintai orang jangan terlalu dan sebaliknya karena anak akan meniru kepada orang yang dicintai atau dibenci.

Menurut hemat penulis hal ini merupakan wujud pendidikan budi pekerti yang sedang dikembangkan oleh orang tua kita. Dimana seseorang untuk dapat menghargai dan mengendalikan emosinya sehingga anak tidak mencontoh yang jelek terhadap sikap dan watak.

 

c.       Pendidikan Peri Kemanusiaan

Pendidikan perikemanusiaan yang dikembangkan sejak manusia belum lahir, yaitu bahwa seseorang yang sedang hamil hendaknya selalu mengasihi, Mencintai dan menyanyangi kepada orang lain dan termasuk kepada makhluk lain selain manusia.

Budaya jawa memberikan pelajaran bahwa apabila seseorang sedang hamil maka ibu atau Bapak untuk tidak menyembelih, membunuh binatang dengan kejam. Menurut hemat penulis, dalam koridor pendidikan hal ini  wajar dan baik, karena pada saat itu seorang yang sedang hamil dituntut untuk tidak kejam, semena-mena membunuh karena kekejaman yang dilakukan oleh orang tua secara emosional akan berpengaruh bagi anak yang dikandungnya.

 

2.      Pendidikan Postnatal

Pendidikan postnatal adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua setelah anak lahir ke dunia. Setelah manusia lahir maka proses pendidikan selanjutnya yaitu diberi pendidikan secara tidak langsung harus dimulai.

Pendidikan ini dimulai sejak pertama kali bayi baru keluar dari kandungan ibu, seperti dengan mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri. Hal ini menurut orang Islam perlu dilakukan agar anak sebelum mendengar apapun terlebih dahulu telah mendengarkan kalimat tauhid yang akan menjadi pondasi keimanan pada masa selanjutnya.

Ajaran Islam mengajarkan tentang pendidikan sedini mungkin meskipun tidak secara langsung. Diantaranya hadits Rosululloh yang mengatakan:

 

طلب العلم فريضة علي كل مسلم ومسلمة.

[11]

Artinya : Mencari ilmu adalah wajib bagi muslim laki-laki dan Perempuan.

 

Dari hadits itu dapat diketahui bahwa pendidikan wajib sejak masih dalam kandungan atau prenatal sebagaimana telah diuraikan di muka. Sedangkan materi dan metode pendidikan yang disampaikan pada masa pertama bayi adalah :

a.       Pendidikan Tauhid

Pendidikan keimanan harus disampaikan pertama kali sebelum anak mendengar dan menerima pendidikan lain setelah anak lahir. Karena tauhid merupakan tonggak kehidupan dunia yang dapat mengantarkan kebahagiaan dunia akhirat.

Dijelaskan dalam hadits Rosul :

افتحوا علي صبيانكم اول كلمة لا اله الاالله (رواه الحكم)

 

Artinya: Bukalah kehidupan anakmu yang pertama kali dengan kalimat Laa Ilaaha illallah. Tiada Tuhan selain Allah.[12]

 

Adapun metode pendidikan tauhid yang dilakukan oleh orang tua kepada anak bayinya yang baru lahir yaitu dengan mengumandangkan kalimat tauhid dengan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga sebelah kiri.

 

b.      Pendidikan Kemanusiaan (Humanitas)

Setelah tauhid (Hablum Minallah) diajarkan kepada anak, maka pendidikan Humanitas/kemanusiaan (Hablum Minannas) harus diberikan kepada anak.

Islam mengajarkan bentuk pendidikan kemanusiaan yang diberikan secara tidak langsung kepada anak oleh orang tua yaitu dengan menyembelih aqiqoh, pada hari ke tuju dan diberi nama.

Penyembelihan binatang aqiqoh dan pemberian nama merupakan symbol pendidikan kemanusiaan dimana setelah kambing disembelih, dagingnya dibagikan kepada fakir miskin atau untuk selamatan sebagai rasa syukur atas lahirnya anak. Dengan memberikan shodaqoh daging kambing maka secara kekeluargaan akan lebih erat dan akrab.

Dijelaskan dalam hadits.

 

عن سمرة رضي الله عنه ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : كل غلام مرتهن بعقيقته تذيح عنه يوم سابعه ويخلق ويسمي (رواه احمد والاربعة وصححه الترمذي).

[13]

Artinya: Dari Samurah. Rosulullah bersabda setiap anak yang dilahirkan digadaikan atas aqiqohnya, sembelihkanlah kambing atasnya pada hari ke tujuh, cukurlah dan berilah nama. (HR. Ahmad wa Arba’ dan Tirmidzi).

 

Dari hadits itu diketahui bahwa aqiqoh merupakan proses pendidikan oleh orang tua agar anak bisa berkembang secara non material dan dapat bermanfaat bagi kedua orang tuanya.

Sedangkan pemberian nama merupakan bukti tanggung jawab pendidikan tidak langsung oleh orang tua kepada anaknya. Dijelaskan dalam hadits.

عن ابي هريرة قال رسول الله من حق الولد ثلاثة اشياء ان تحسن اسمه اذا ولد ويعلمه الكتاب اذا عقل ويزوجه اذا ادرك.

 

Artinya : dari Abu Hurairah, Nabi bersabda : Setengah kewajiban orang tua memenuhi anak ada tiga yaitu memberi nama yang baik ketika lahir, untuk mengajarkan, mendidiknya dengan Al Qur’an (agama Islam)/baca dan tulis, untuk menikahkan apabila telah menginjak dewasa.[14]

 

Dengan nama yang baik diharapkan seorang anak dapat mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan punya jiwa optimis karena bangga dengan nama yang baik.

 

c.       Pendidikan Kebersihan

Pendidikan yang harus diberikan kepada anak dimasa bayi sebagai bentuk pendidikan tidak langsung adalah kebersihan. Karena unsur di dalam agama adalah kebersihan, dan kebersihan merupakan fitrah manusia.

Diantara bentuk pendidikan kebersihan ini yaitu melakukan cukur bagi anak pada saat usia tujuh hari tersebut.

Mengapa dengan cukur, disinyalir bahwa tidak semua rahim bebas dari penyakit dan steril tetapi banyak juga mempunyai bibit penyakit Yang paling praktis menghilangkan bibit penyakit di rambut dengan dicukur sedangkan yang di badan selalu dengan mandi. 

D.    Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan secara umum pada hakekatnya adalah suatu harapan yang ingin dicapai dari suatu proses interaksi gerakan belajar mengajar. Secara umum pula tujuan pendidikan yang hendak dicapai sangatlah tergantung kepada tata nilai yang dikembangkan dalam melandasi sistem pendidikan yang dikembangkan.

Tujuan pendidikan Islam dengan demikian merupakan penggambaran nilai-nilai Islami  yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari proses pendidikan adalah mewujudkan nilai-nilai islami dalam pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidikan muslim melalui proses yang terminal pada hasilnya yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.[15]

Secara umum orientasi dan tujuan pendidikan adalah sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an Surat Al Mujadalah ayat 11:

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz

Artinya: Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat.[16]

 

Meskipun demikian sesuai dengan pembahasan di muka bahwa pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu pendidikan keagamaan dan pendidikan yang bersifat duniawi, maka dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan tentang tujuan pendidikan dari masing-masing pembahasan tersebut.

 

1.      Tujuan Pendidikan Keagamaan (Al Ghardhud Dieny)

Tujuan pendidikan islam yang bersifat keagamaan secara umum dijelaskan oleh Arifin, adalah hidup penuh dengan nilai rohaniah Islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup akhirat. Tujuan ini difokuskan kepada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah.[17]

Hal ini selaras dengan Al Qur’an Surat Al A’laa 14 – 17 yang dijadikan tumpuan cita-cita manusia :

ôs% yxn=øùr& `tB 4ª1ts? ÇÊÍÈ tx.sŒur zOó$# ¾ÏmÎn/u 4©?|Ásù ÇÊÎÈ ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quŠysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ äotÅzFy$#ur ׎öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.  Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.[18]

 

Secara terperinci tujuan dari pendidikan keagamaan adalah sebagai berikut :

a.       Melaksanakan kewajiban, karena menuntut ilmu adalah hukumnya wajib.

Melaksanakan kewajiban adalah ibadah.

b.      Menguasai ilmu pengetahuan agama.

Dengan menguasai ilmu agama maka pelaksanaan ibadah akan terlaksana dengan baik dan benar.

c.       Meningkatkan iman dan taqwa

Dengan melaksanakan kewajiban dan mengetahui tentang ilmu-ilmu agama maka akan meyakini adanya Allah dengan keyakinan yang benar, tanpa ilmu maka tidak mungkin keyakinan dan taqwa yang benar akan tercapai.

 

d.      Mencari Ridho Allah

Dengan selalu melaksanakan ibadah yang dilandaskan kepada keyakinan dan melaksanakan syariat yang benar maka dalam kehidupannya dapat melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Dengan demikian karena kita selaku hamba yang taat maka Allah akan meridloi kehidupan kita. Dengan keridloan Allah itu maka kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat akan tercapai.

 

2.      Tujuan Pendidikan Keduniaan (Al Ghardud Dunyawi)

Tujuan pendidikan ini lebih merupakan suatu upaya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dengan mengacu kepada pencapaian kebahagiaan hidup duniawi, dengan semaksimal mungkin menggali potensi alam yang ada untuk kemudahan hidup dengan segala fasilitasnya.

Tujuan pendidikan jenis ini dijelaskan oleh M. Arifin, dapat dibedakan menjadi bermacam-macam sesuai dengan nilai yang mereka kembangkan. Sebagai contoh, paham Pragmatisme, menitik beratkan kepada tujuan pendidikan pada suatu kemanfaatan hidup manusia di dunia dimana ukuran-ukuranya sangat relatif, tergantung kepada Kebudayaan atau peradaban manusia.

Lain lagi menurut tuntutan hidup ilmu dan teknologi modern seperti masa kini, meletakkan nilainya pada kemampuan menciptakan kemajuan hidup manusia didasarkan kepada ilmu dan teknologi tanpa memperhatikan nilai-nilai rohaniah dan keagamaan yang berada di balik kemajuan ilmu dan teknologi.

Sedangkan tujuan pendidikan Agama Islam yang bersifat duniawi mengutamakan pada upaya meningkatkan kemampuan berilmu pengetahuan dan teknologi manusia dengan iman dan taqwa kepada Allah sebagai pengendaliannya. Nilai-nilai iman dan taqwa itu tidak lepas dari manusia yang berilmu dan berteknologi. Sehingga manusia muslim hasil pendidikan Islam adalah berwujud sosok manusia yang secara mental. Sedangkan prinsip keberhasilan yang dicapai adalah petunjuk Allah dengan melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh.

Dari uraian di atas dapatlah kiranya untuk diambil garis merah dari kesimpulannya, bahwa tujuan dari pada pendidikan Islam yang berorientasi kepada nilai-nilai keduniawian adalah sebagai berikut:

a.       Derajat manusia hidup di dunia yang ditinggikan karena berilmu dan beriman. Disebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Mujadalah ayat 11.

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz

Artinya: Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[19]

 

b.      Adanya keseimbangan hidup dengan tidak melupakan kehidupan duniawi. (Al Qoshos : 77)

Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( ÇÐÐÈ

 

Artinya : Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.[20]

 

c.       Adanya semangat untuk memajukan kehidupan duniawi dengan mencari karunia Allah yang ada di muka bumi ini. (Surat Jumuah : 10)

#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ

Artinya :  Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.[21]

 

d.      Segala perbuatannya dilandasi dengan nilai ibadah yang akan dilihat dan dinilai oleh Allah dengan nilai keikhlasan kita dalam melaksanakannya. (At Taubah 105).

È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå

Artinya :  "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.[22]

 

3.      Taksonomi tujuan-tujuan pendidikan

Dari semua uraian tersebut di atas yang menyangkut tentang tujuan pendidikan Islam baik tujuan yang bersifat keduniawian, menitikberatkan kepada dua hal, yaitu:

a.       Tujuan yang menitik beratkan kepada terebentuknya kekuatan manusia secara jasmaniyah.

Tujuan ini sangatlah terkait dengan tugas manusia di dalam dunia ini yaitu sebagai kholifah di bumi adalah untuk mewujudkan rohmatan lil alamin, dengan mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dilimpahkan Allah kepada kita untuk digali dan dimanfaatkan demi kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

Tugas ini cukup berat sehingga membutuhkan fisik dan jasmani manusia yang kuat. Dijelaskan oleh Rosululloh dalam sabdanya:

 

المؤمن قوي خير واحب الى الله من الؤمن ضعيف (رواه مسلم)

 

Artinya : Seorang muslim yang kuat lebih baik dari seorang muslim yang lemah.[23]

     

Disebutkan dalam Al Qur’an S. Al Baqoroh ayat 247 :

t¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çnyŠ#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur

Artinya : Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang kuat Perkasa.[24]

 

b.      Tujuan pendidikan yang menitik beratkan kepada kekuatan rokhaniah. Tujuan ini

Tujuan ini dititik beratkan kepada tercapainya kemampuan secra batiniyah untuk menerima ajaran islam, menghayati dan melaksanakannya, sebagai konsekuensi hidup. Juga terbentuknya akhlakul karimah yang menjadi landasan gerak dalam bersikap menjadi makhluk individu, makhluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

Tujuan secara idiil dari taksonomi tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

1)      Mempunyai kesadaran bahwa manusia hidup diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah dan menyembah kepada-Nya.

Dijelaskan dalam Al Qur’an surat Ad Dzariat ayat 56 :

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[25]

 

2)      Tercapainya kehidupan yang baik dan bahagia dalam kehidupan dunia dan kebahagiaan akhirat.

!$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇËÉÊÈ

Artinya : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". [26]

 

3)      Tercapainya harkat, martabat, pangkat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada kita.

Dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11.

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz

Artinya: Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[27]

4)      Didapatkannya nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia dengan nikmat dunia dan dengan tidak melupakan kenikmatan akhirat.

Dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Qoshos ayat 77:

Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$#

Artinya:   Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[28]

 

5)      Ikhlas dalam berbuat dan mempunyai nilai ibadah. Semua pekerjaan dinilai dan disandarkan kepada niat untuk beribadah kepada Allah.

Dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al An’am ayat 163:

ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ

Artinya: katakanlah sesungguhnya sholatku dan ibadahku dan hidupku, matiku hanya bagi Allah tuhan sekalian alam.[29]

 

Demikian uraian singkat tentang proses pendidikan dari pengertian, metode dan tujuan pendidikan semoga memberi manfaat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
BAB III

GAMBARAN TENTANG ISI Q.S. ANNISA AYAT 9

 

A.      Gambaran Sekilas Q.S. An Nisa : 9

|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ

Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S. An Nisa : 9)1

 

B.       Makna Mufrodat

 

Dan hendaklah takut                                :             وليخش

Orang-orang yang                                    : الذين  

Seandainya                                               :  لو     

Mereka meninggalkan                              : تركوا 

Dari belakang mereka                              :  من خلفهم

Keturunan/anak-anak                               : ذرية  

Lemah                                                      : ضعفا  

Mereka khawatir                                      : خافوا  

Atas mereka                                             : عليهم  

Maka bertaqwalah                                    : فليتقوا  

Allah                                                        : الله     

Dan hendaklah mereka mengatakan        : وليقولوا 

Perkataan                                                 : قولا    

Yang benar                                               :سديدا    

36

 
 

 

 


C.       Asbabun Nuzul

Ayat ini masih bersangkut-paut dengan ayat-ayat yang sebelumnya yaitu masih di dalam rangka pemeliharaan anak  yatim. Kalau ayat-ayat yang tadi  diberi perintah kepada orang-orang yang menjadi wali pengawas anak yatim yang belum dewasa, supaya harta anak yatim jangan dicurangi, lalu datang ayat yang menegaskan bahwa laki-laki mendapat bagian dan perempuan mendapat bagian, dan kemudian datang pula perintah kalau ada anak yatim dan orang-orang miskin hadir ketika tarikh dibagi hendaklah mereka diberi rezeki juga, maka sekarang ayat ini adalah peringatan kepada orang-orang yang akan mati, dalam hal mengatur wasiat atau harta benda yang akan ditinggalkan.

Untuk menjelaskan ayat ini kita nukilkan cerita tentang sahabat Nabi yang terkemuka, yaitu Sa’ad bin Abi Waqash. Pada suartu hari dia ditimpa sakit, padahal harta bendanya banyak. Lalu dia meminta fatwa kepada Rasulullah S.aw, karena dia bermaksud hendak mewasiatkan harta bendanya itu seluruhnya bagi kepentingan umum. Mulanya beliau hendak mewasiatkan seluruh bendanya, tetapi dilarang oleh Rasulullah Saw.2 

(Maka bertaqwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang tepat”(ujung ayat 9). Lebih dahulu ingatlah dan janganlah sampai waktu engkau meninggal dunia, anak-anakmu terlantar. Janganlah sampai anak-anak yatim kelak menjadi anak-anak melarat. Sebab itu bertaqwalah kepada Allah, takutlah kepada Tuhan ketika engkau mengatur wasiat, jangan sampai karena engkau hendak menolong orang lain, anakmu sendiri engkau terlantarkan. Dan di dalam mengatur wasiat itu hendaklah memakai kata yang terang, jelas dan jitu, tidak menimbulkan keraguan bagi orang-orang yang ditingalkan.

Ayat ini telah memberi tuntunan, sebagaimana tersebut juga di dalam Surat Al-Baqarah ayat 180, 181 dan 182 (Juz 2), bahwa berwasiat sangat dipentingkan, sehingga kelak ketika membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan pembagian warisan, dijelaskan oleh Tuhan, bahwa harta tarikh dibagi ialah setelah lebih dahulu dikeluarkan segala barang yang telah diwasiatkan atau hutang-hutang. Tetapi di dalam anjuran berwasiat itu ditekankan lagi jangan sampai wasiat merugikan ahli waris sendiri,  terutama dzurriyah, yaitu anak cucu.

   Engkau, usahakanlah semasa hidup jangan sampai anak dan cucumu kelak hidup terlantar. Biarlah ada harta peninggalanmu yang akan mereka jadikan bekal penyambung hidup. Orang kaya secara kayanya, orang miskin secara miskinnya.

Akhirnya diperingatkan sekali lagi tentang harta anak yatim, untuk menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat Muslimin. Baik wali pengasuh anak itu, ataupun kekuasaan Negara yang akan menjadi pengawas keamanan umum. Demikian firman Tuhan.

D.      Pendapat para Mufasir tentang pemahaman Q.S. An Nisa : 9

1.    Menurut Ibnu Abbas di dalam tafsir Tanwirul Miqbas beliau mengatakan, bahwa mereka menghadiri orang yang sakit dan mereka menyuruh kepada orang yang sakit tersebut untuk berwasiat lebih banyak dari tiga kepada anak-anaknya orang yang sakit yang lemah setelah matinya yaitu jika mereka meninggalkan setelah mati mereka keturunan yang lemah dan hendaklah mereka takut dan bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah kepada orang yang sakit dengan perkataan yang adil dalam berwasiat.3

2.    Menurut Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as Suyuti di dalam tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengatakan (Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.

Tafsir / Arab / Jalalain / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

"وَلْيَخْشَ"                                                                                           

أَيْ لِيَخَفْ عَلَى الْيَتَامَى

"الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا"

أَيْ قَارَبُوا أَنْ يَتْرُكُوا

"مِنْ خَلْفهمْ"

أَيْ بَعْد مَوْتهمْ

"ذُرِّيَّة ضِعَافًا"

أَوْلَادًا صِغَارًا

"خَافُوا عَلَيْهِمْ"

الضَّيَاع

"فَلْيَتَّقُوا اللَّه"

فِي أَمْر الْيَتَامَى وَلْيَأْتُوا إلَيْهِ مَا يُحِبُّونَ أَنْ يُفْعَل بِذُرِّيَّتِهِمْ مِنْ بَعْدهمْ

"وَلْيَقُولُوا"

لِمَنْ حَضَرَتْهُ الْوَفَاة

"قَوْلًا سَدِيدًا"

صَوَابًا بِأَنْ يَأْمُرُوهُ أَنْ يَتَصَدَّق بِدُونِ ثُلُثه وَيَدَع الْبَاقِي لِوَرَثَتِهِ وَلَا يَتْرُكهُمْ عَالَة4

.

3.    Menurut Syaikh Al Hajj Ahmad Mushthalih Badawy di dalam Tafsir Al Qur’anul Karim, di dalam suatu riwayat diterangkan bahwa Rasulullah SAW bersama Abu Bakar saat berkunjung kepada Jabir bin Abdullah ketika sakit di Desa Bani Salamah ketika,bertemu dengan Jabir dalam keadaan pingsan kemudian Nabi meminta ijin kepada sahabat untuk melaksanakan wudlu kemudian Nabi mencipratkan air ke wajah Jabir kemudian Jabir menjadi sadar kembali, selanjutnya Jabir mengatakan apa yang Nabi perintahkan kepada dirinya mengenai harta bendanya kemudian turunlah ayat tersebut (Q.S. An Nisa : 9).5

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

4.    Tafsir Depag (QS An Nisa : 9)

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

Selanjutnya Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.

5.    Ibnu Katsir :

Tafsir / Arab / Ibnu Katsir / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

وَقَوْله تَعَالَى وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ الْآيَة . قَالَ عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس : هَذَا فِي الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت فَيَسْمَعهُ رَجُل يُوصِي بِوَصِيَّةٍ تَضُرّ بِوَرَثَتِهِ فَأَمَرَ اللَّه تَعَالَى الَّذِي يَسْمَعهُ أَنْ يَتَّقِي اللَّه وَيُوَفِّقهُ وَيُسَدِّدهُ لِلصَّوَابِ فَيَنْظُر لِوَرَثَتِهِ كَمَا كَانَ يُحِبّ أَنْ يُصْنَع بِوَرَثَتِهِ إِذَا خَشِيَ عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِد وَغَيْر وَاحِد وَثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَخَلَ عَلَى سَعْد بْن أَبِي وَقَّاص يَعُودهُ قَالَ : يَا رَسُول اللَّه إِنِّي ذُو مَال وَلَا يَرِثنِي إِلَّا اِبْنَة أَفَأَتَصَدَّق بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ" لَا " قَالَ : فَالشَّطْر قَالَ " لَا " قَالَ فَالثُّلُث قَالَ " الثُّلُث , وَالثُّلُث كَثِير " ثُمَّ قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " إِنَّك إِنْ تَذَر وَرَثَتك أَغْنِيَاء خَيْر مِنْ أَنْ تَذَرهُمْ عَالَة يَتَكَفَّفُونَ النَّاس " وَفِي الصَّحِيح عَنْ اِبْن عَبَّاس قَالَ : لَوْ أَنَّ النَّاس غَضُّوا مِنْ الثُّلُث إِلَى الرُّبْع فَإِنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ قَالَ " الثُّلُث وَالثُّلُث كَثِير " قَالَ الْفُقَهَاء : إِنْ كَانَ وَرَثَة الْمَيِّت أَغْنِيَاء اُسْتُحِبَّ لِلْمَيِّتِ أَنْ يَسْتَوْفِي فِي وَصِيَّته الثُّلُث وَإِنْ كَانُوا فُقَرَاء اُسْتُحِبَّ أَنْ يَنْقُص الثُّلُث وَقِيلَ : الْمُرَاد بِالْآيَةِ فَلْيَتَّقُوا اللَّه فِي مُبَاشَرَة أَمْوَال الْيَتَامَى " وَلَا يَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا " حَكَاهُ اِبْن جَرِير مِنْ طَرِيق الْعَوْفِيّ عَنْ اِبْن عَبَّاس وَهُوَ قَوْل حَسَن يَتَأَيَّد بِمَا بَعْده مِنْ التَّهْدِيد فِي أَكْل أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا أَيْ كَمَا تُحِبّ أَنْ تُعَامَل ذُرِّيَّتك مِنْ بَعْدك فَعَامِلْ النَّاس فِي ذُرِّيَّاتهمْ إِذَا وَلِيتهمْ ثُمَّ أَعْلِمْهُمْ أَنَّ مَنْ أَكَلَ أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا فَإِنَّمَا يَأْكُل فِي بَطْنه نَارًا .

6.    Qurthubi :

قَوْله تَعَالَى : " وَلْيَخْشَ " حُذِفَتْ الْأَلِف مِنْ " لِيَخْشَ " لِلْجَزْمِ بِالْأَمْرِ , وَلَا يَجُوز عِنْد سِيبَوَيْهِ إِضْمَار لَام الْأَمْر قِيَاسًا عَلَى حُرُوف الْجَرّ إِلَّا فِي ضَرُورَة الشِّعْر . وَأَجَازَ الْكُوفِيُّونَ حَذْف اللَّام مَعَ الْجَزْم ; وَأَنْشَدَ الْجُمَيْع :

مُحَمَّدُ تَفْدِ نَفْسَك كُلُّ نَفْسٍ

إِذَا مَا خِفْت مِنْ شَيْءٍ تَبَالَا

أَرَادَ لِتَفْدِ , وَمَفْعُول " يَخْشَ " مَحْذُوفٌ لِدَلَالَةِ الْكَلَام عَلَيْهِ . و " خَافُوا " جَوَابُ " لَوْ " . التَّقْدِير لَوْ تَرَكُوا لَخَافُوا . وَيَجُوز حَذْف اللَّام فِي جَوَاب " لَوْ " . وَهَذِهِ الْآيَة قَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي تَأْوِيلهَا ; فَقَالَتْ طَائِفَةٌ : ( هَذَا وَعْظٌ لِلْأَوْصِيَاءِ , أَيْ اِفْعَلُوا بِالْيَتَامَى مَا تُحِبُّونَ أَنْ يُفْعَل بِأَوْلَادِكُمْ مِنْ بَعْدِكُمْ ) ; قَالَهُ اِبْن عَبَّاس . وَلِهَذَا قَالَ اللَّه تَعَالَى : " إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا " [ النِّسَاء : 10 ] . وَقَالَتْ طَائِفَة : الْمُرَاد جَمِيع النَّاس , أَمَرَهُمْ بِاتِّقَاءِ اللَّه فِي الْأَيْتَام وَأَوْلَاد النَّاس ; وَإِنْ لَمْ يَكُونُوا فِي حُجُورِهِمْ . وَأَنْ يُشَدِّدُوا لَهُمْ الْقَوْلَ كَمَا يُرِيد كُلّ وَاحِد مِنْهُمْ أَنْ يُفْعَل بِوَلَدِهِ بَعْدَهُ . وَمِنْ هَذَا مَا حَكَاهُ الشَّيْبَانِيّ قَالَ : كُنَّا عَلَى قُسْطَنْطِينِيَّة فِي عَسْكَر مَسْلَمَة بْن عَبْد الْمَلِك , فَجَلَسْنَا يَوْمًا فِي جَمَاعَة مِنْ أَهْل الْعِلْم فِيهِمْ اِبْن الدَّيْلَمِيّ , فَتَذَاكَرُوا مَا يَكُون مِنْ أَهْوَال آخِر الزَّمَان . فَقُلْت لَهُ : يَا أَبَا بِشْر , وُدِّي أَلَّا يَكُونَ لِي وَلَد . فَقَالَ لِي : مَا عَلَيْك ! مَا مِنْ نَسَمَة قَضَى اللَّه بِخُرُوجِهَا مِنْ رَجُل إِلَّا خَرَجَتْ , أَحَبَّ أَوْ كَرِهَ , وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْت أَنْ تَأْمَنَ عَلَيْهِمْ فَاتَّقِ اللَّه فِي غَيْرهمْ ; ثُمَّ تَلَا الْآيَة . وَفِي رِوَايَة : أَلَا أَدُلُّك عَلَى أَمْر إِنْ أَنْتَ أَدْرَكْته نَجَّاك اللَّه مِنْهُ , وَإِنْ تَرَكْت وَلَدًا مِنْ بَعْدك حَفِظَهُمْ اللَّه فِيك ؟ فَقُلْت : بَلَى ! فَتَلَا هَذِهِ الْآيَة " وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا " إِلَى آخِرهَا . قُلْت : وَمِنْ هَذَا الْمَعْنَى مَا رَوَى مُحَمَّد بْن كَعْب الْقُرَظِيّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( مَنْ أَحْسَنَ الصَّدَقَةَ جَازَ عَلَى الصِّرَاط وَمَنْ قَضَى حَاجَةَ أَرْمَلَة أَخْلَفَ اللَّه فِي تَرِكَتِهِ ) . وَقَوْلٌ ثَالِثٌ قَالَهُ جَمْعٌ مِنْ الْمُفَسِّرِينَ : هَذَا فِي الرَّجُل يَحْضُرُهُ الْمَوْتُ فَيَقُول لَهُ مَنْ بِحَضْرَتِهِ عِنْد وَصِيَّتِهِ : إِنَّ اللَّه سَيَرْزُقُ وَلَدَك فَانْظُرْ لِنَفْسِك , وَأَوْصِ بِمَالِك فِي سَبِيل اللَّه , وَتَصَدَّقْ وَأَعْتِقْ . حَتَّى يَأْتِيَ عَلَى عَامَّةِ مَالِهِ أَوْ يَسْتَغْرِقَهُ فَيَضُرّ ذَلِكَ بِوَرَثَتِهِ ; فَنُهُوا عَنْ ذَلِكَ . فَكَأَنَّ الْآيَة تَقُول لَهُمْ : ( كَمَا تَخْشَوْنَ عَلَى وَرَثَتكُمْ وَذُرِّيَّتِكُمْ بَعْدَكُمْ , فَكَذَلِكَ فَاخْشَوْا عَلَى وَرَثَة غَيْركُمْ وَلَا تَحْمِلُوهُ عَلَى تَبْذِير مَالِهِ ) ; قَالَهُ اِبْن عَبَّاس وَقَتَادَة وَالسُّدِّيّ وَابْن جُبَيْر وَالضَّحَّاك وَمُجَاهِد . رَوَى سَعِيد بْن جُبَيْر عَنْ اِبْن عَبَّاس أَنَّهُ قَالَ : ( إِذَا حَضَرَ الرَّجُلُ الْوَصِيَّةَ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَقُول أَوْصِ بِمَالِك فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى رَازِقٌ وَلَدَك , وَلَكِنْ يَقُول قَدِّمْ لِنَفْسِك وَاتْرُكْ لِوَلَدِك ) ; فَذَلِكَ قَوْله تَعَالَى : " فَلْيَتَّقُوا اللَّه " . وَقَالَ مِقْسَم وَحَضْرَمِيّ : نَزَلَتْ فِي عَكْس هَذَا , وَهُوَ أَنْ يَقُول لِلْمُحْتَضَرِ مَنْ يَحْضُرُهُ : أَمْسِكْ عَلَى وَرَثَتِك , وَأَبْقِ لِوَلَدِك فَلَيْسَ أَحَدٌ أَحَقَّ بِمَالِك مِنْ أَوْلَادِك , وَيَنْهَاهُ عَنْ الْوَصِيَّة , فَيَتَضَرَّر بِذَلِكَ ذَوُو الْقُرْبَى وَكُلّ مَنْ يَسْتَحِقُّ أَنْ يُوصَى لَهُ ; فَقِيلَ لَهُمْ : كَمَا تَخْشَوْنَ عَلَى ذُرِّيَّتكُمْ وَتُسَرُّونَ بِأَنْ يُحْسَنَ إِلَيْهِمْ , فَكَذَلِكَ سَدِّدُوا الْقَوْل فِي جِهَة الْمَسَاكِين وَالْيَتَامَى , وَاتَّقُوا اللَّه فِي ضَرَرِهِمْ . وَهَذَانِ الْقَوْلَانِ مَبْنِيَّانِ عَلَى وَقْت وُجُوب الْوَصِيَّة قَبْل نُزُول آيَة الْمَوَارِيث ; رُوِيَ عَنْ سَعِيد بْن جُبَيْر وَابْن الْمُسَيِّب . قَالَ اِبْن عَطِيَّة : وَهَذَانِ الْقَوْلَانِ لَا يَطَّرِدُ وَاحِد مِنْهُمَا فِي كُلّ النَّاس , بَلْ النَّاس صِنْفَانِ ; يَصْلُح لِأَحَدِهِمَا الْقَوْل الْوَاحِد , وَلِآخَر الْقَوْل الثَّانِي . وَذَلِكَ أَنَّ الرَّجُل إِذَا تَرَكَ وَرَثَته مُسْتَقِلِّينَ بِأَنْفُسِهِمْ أَغْنِيَاء حَسُنَ أَنْ يُنْدَب إِلَى الْوَصِيَّة , وَيُحْمَل عَلَى أَنْ يُقَدِّم لِنَفْسِهِ . وَإِذَا تَرَكَ وَرَثَة ضُعَفَاء مُهْمَلِينَ مُقِلِّينَ حَسُنَ أَنْ يُنْدَب إِلَى التَّرْك لَهُمْ وَالِاحْتِيَاط ; فَإِنَّ أَجْرَهُ فِي قَصْد ذَلِكَ كَأَجْرِهِ فِي الْمَسَاكِين , فَالْمُرَاعَاة إِنَّمَا هُوَ الضَّعْف فَيَجِب أَنْ يُمَال مَعَهُ . قُلْت : وَهَذَا التَّفْصِيل صَحِيح ; لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ السَّلَام لِسَعْدٍ : ( إِنَّك إِنْ تَذَرْ وَرَثَتك أَغْنِيَاء خَيْر مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَة يَتَكَفَّفُونَ النَّاس ) . فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لِلْإِنْسَانِ وَلَد , أَوْ كَانَ وَهُوَ غَنِيّ مُسْتَقِلّ بِنَفْسِهِ وَمَاله عَنْ أَبِيهِ فَقَدْ أُمِنَ عَلَيْهِ ; فَالْأَوْلَى بِالْإِنْسَانِ حِينَئِذٍ تَقْدِيم مَاله بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى لَا يُنْفِقهُ مَنْ بَعْده فِيمَا لَا يَصْلُح , فَيَكُون وِزْرُهُ عَلَيْهِ .

 

7.    Thabari :

الْقَوْل فِي تَأْوِيل قَوْله تَعَالَى :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّه }

اِخْتَلَفَ أَهْل التَّأْوِيل فِي تَأْوِيل ذَلِكَ , فَقَالَ بَعْضهمْ :

{ وَلْيَخْشَ }

لِيَخَفْ الَّذِينَ يَحْضُرُونَ مُوصِيًا يُوصِي فِي مَاله أَنْ يَأْمُرهُ بِتَفْرِيقِ مَاله وَصِيَّة بِهِ فِيمَنْ لَا يَرِثهُ , وَلَكِنْ لِيَأْمُرهُ أَنْ يُبْقِيَ مَاله لِوَلَدِهِ , كَمَا لَوْ كَانَ هُوَ الْمُوصِي , يَسُرّهُ أَنْ يَحُثّهُ مَنْ يَحْضُرهُ عَلَى حِفْظ مَاله لِوَلَدِهِ , وَأَنْ لَا يَدَعهُمْ عَالَة مَعَ ضَعْفهمْ وَعَجْزهمْ عَنْ التَّصَرُّف وَالِاحْتِيَال . ذِكْر مَنْ قَالَ ذَلِكَ : 6926 - حَدَّثَنِي عَلِيّ بْن دَاوُد , قَالَ : ثنا عَبْد اللَّه بْن صَالِح , قَالَ : ثني مُعَاوِيَة بْن صَالِح , عَنْ عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة , عَنْ اِبْن عَبَّاس , قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ } . ..

إِلَى آخِر الْآيَة . فَهَذَا فِي الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت فَيَسْمَعهُ يُوصِي بِوَصِيَّةٍ تَضُرّ بِوَرَثَتِهِ , فَأَمَرَ اللَّه سُبْحَانه الَّذِي يَسْمَعهُ أَنْ يَتَّقِي اللَّه وَيُوَفِّقهُ وَيُسَدِّدهُ لِلصَّوَابِ , وَلْيَنْظُرْ لِوَرَثَتِهِ كَمَا كَانَ يُحِبّ أَنْ يَصْنَع لِوَرَثَتِهِ إِذَا خَشِيَ عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة .
6927 - حَدَّثَنَا عَلِيّ , قَالَ : ثنا عَبْد اللَّه بْن صَالِح , قَالَ : ثني مُعَاوِيَة , عَنْ عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة , عَنْ اِبْن عَبَّاس , قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ }

يَعْنِي : الَّذِي يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيُقَال لَهُ : تَصَدَّقْ مِنْ مَالك , وَأَعْتَقَ , وَأَعْطِ مِنْهُ فِي سَبِيل اللَّه , فَنُهُوا أَنْ يَأْمُرُوهُ بِذَلِكَ . يَعْنِي : أَنَّ مَنْ حَضَرَ مِنْكُمْ مَرِيضًا عِنْد الْمَوْت , فَلَا يَأْمُرهُ أَنْ يُنْفِق مَاله فِي الْعِتْق أَوْ الصَّدَقَة أَوْ فِي سَبِيل اللَّه , وَلَكِنْ يَأْمُرهُ أَنْ يُبَيِّن مَاله , وَمَا عَلَيْهِ مِنْ دَيْن , وَيُوصِي فِي مَاله لِذَوِي قَرَابَته الَّذِينَ لَا يَرِثُونَ , وَيُوصِي لَهُمْ بِالْخُمُسِ أَوْ الرُّبُع . يَقُول : أَلَيْسَ يَكْرَه أَحَدكُمْ إِذَا مَاتَ وَلَهُ وَلَد ضِعَاف - يَعْنِي صِغَارًا - أَنْ يَتْرُكهُمْ بِغَيْرِ مَال , فَيَكُونُوا عِيَالًا عَلَى النَّاس ؟ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ تَأْمُرُوهُ بِمَا لَا تَرْضَوْنَ بِهِ لِأَنْفُسِكُمْ وَلَا أَوْلَادكُمْ وَلَكِنْ قُولُوا الْحَقّ مِنْ ذَلِكَ .
6928 - حَدَّثَنَا بِشْر بْن مُعَاذ , قَالَ : ثنا يَزِيد , قَالَ : ثنا سَعِيد , عَنْ قَتَادَة , قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }

قَالَ : يَقُول : مَنْ حَضَرَ مَيِّتًا فَلْيَأْمُرْهُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَان , وَلِيَنْهَهُ عَنْ الْحَيْف وَالْجَوْر فِي وَصِيَّته , وَلْيَخْشَ عَلَى عِيَاله مَا كَانَ خَائِفًا عَلَى عِيَاله لَوْ نَزَلَ بِهِ الْمَوْت.
* - حَدَّثَنَا الْحَسَن بْن يَحْيَى , قَالَ : أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّزَّاق , قَالَ : أَخْبَرَنَا مَعْمَر , عَنْ قَتَادَة فِي قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }

قَالَ : إِذَا حَضَرَتْ وَصِيَّة مَيِّت , فَمُرْهُ بِمَا كُنْت آمِرًا نَفْسك بِمَا تَتَقَرَّب بِهِ إِلَى اللَّه , وَخَفْ فِي ذَلِكَ مَا كُنْت خَائِفًا عَلَى ضَعَفَتك لَوْ تَرَكْتهمْ بَعْدك . يَقُول : فَاتَّقِ اللَّه وَقُلْ قَوْلًا سَدِيدًا , إِنْ هُوَ زَاغَ .
6929 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن الْحُسَيْن , قَالَ : ثنا أَحْمَد بْن الْمُفَضَّل , قَالَ : ثنا أَسْبَاط , عَنْ السُّدِّيّ :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّه وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا }

الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيَحْضُرهُ الْقَوْم عِنْد الْوَصِيَّة , فَلَا يَنْبَغِي لَهُمْ أَنْ يَقُولُوا لَهُ : أَوْصِ بِمَالِكَ كُلّه وَقَدِّمْ لِنَفْسِك , فَإِنَّ اللَّه سَيَرْزُقُ عِيَالك , وَلَا يَتْرُكُوهُ يُوصِي بِمَالِهِ كُلّه , يَقُول لِلَّذِينَ حَضَرُوا :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ }

فَيَقُول كَمَا يَخَاف أَحَدكُمْ عَلَى عِيَاله لَوْ مَاتَ - إِذْ يَتْرُكهُمْ صِغَارًا ضِعَافًا لَا شَيْء لَهُمْ - الضَّيْعَة بَعْده , فَلْيَخَفْ ذَلِكَ عَلَى عِيَال أَخِيهِ الْمُسْلِم , فَيَقُول لَهُ الْقَوْل السَّدِيد .
6930 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن بَشَّار , قَالَ : ثنا عَبْد الرَّحْمَن , قَالَ : ثنا سُفْيَان , عَنْ حَبِيب , قَالَ : ذَهَبْت أَنَا وَالْحَكَم بْن عُيَيْنَة إِلَى سَعِيد بْن جُبَيْر , فَسَأَلْنَاهُ عَنْ قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }. ..

الْآيَة , قَالَ : قَالَ الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيَقُول لَهُ مَنْ يَحْضُرهُ : اِتَّقِ اللَّه , صِلْهُمْ , أَعْطِهِمْ , بِرّهمْ , وَلَوْ كَانُوا : هُمْ الَّذِينَ يَأْمُرهُمْ بِالْوَصِيَّةِ لَأَحَبُّوا أَنْ يَبْقَوْا لِأَوْلَادِهِمْ .
* - حَدَّثَنَا الْحَسَن بْن يَحْيَى , قَالَ : أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّزَّاق , قَالَ : أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيّ , عَنْ حَبِيب بْن أَبِي ثَابِت , عَنْ سَعِيد بْن جُبَيْر فِي قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }

قَالَ : يَحْضُرهُمْ الْيَتَامَى فَيَقُولُونَ : اِتَّقِ اللَّه وَصِلْهُمْ وَأَعْطِهِمْ , فَلَوْ كَانُوا هُمْ لَأَحَبُّوا أَنْ يُبْقُوا لِأَوْلَادِهِمْ .
6931 - حَدَّثَنِي يَحْيَى بْن أَبِي طَالِب , قَالَ : أَخْبَرَنَا يَزِيد , قَالَ : أَخْبَرَنَا جُوَيْبِر , عَنْ الضَّحَّاك فِي قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا } . ..

الْآيَة , يَقُول : إِذَا حَضَرَ أَحَدكُمْ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْت عِنْد وَصِيَّته , فَلَا يَقُلْ : أَعْتِقْ مِنْ مَالك وَتَصَدَّقْ , فَيُفَرِّق مَاله وَيَدَع أَهْله عَيْلًا , وَلَكِنْ مُرُوهُ فَلْيَكْتُبْ مَاله مِنْ دَيْن وَمَا عَلَيْهِ , وَيَجْعَل مِنْ مَاله لِذَوِي قَرَابَته خُمُس مَاله , وَيَدَع سَائِرَهُ لِوَرَثَتِهِ .
6932 - حَدَّثَنِي مُحَمَّد بْن عَمْرو , قَالَ : ثنا أَبُو عَاصِم , قَالَ : ثنا عِيسَى , عَنْ اِبْن أَبِي نَجِيح , عَنْ مُجَاهِد فِي قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ }. ..

الْآيَة . قَالَ : هَذَا يُفَرِّق الْمَال حِين يُقَسَّم , فَيَقُول الَّذِينَ يَحْضُرُونَ : أَقْلَلْت زِدْ فُلَانًا ! فَيَقُول اللَّه تَعَالَى :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ }

فَلْيَخْشَ أُولَئِكَ وَلْيَقُولُوا فِيهِمْ مِثْل مَا يُحِبّ أَحَدهمْ أَنْ يُقَال فِي وَلَده بِالْعَدْلِ إِذَا أَكْثَرَ : أَبْقِ عَلَى وَلَدك .
وَقَالَ آخَرُونَ : بَلْ مَعْنَى ذَلِكَ : وَلْيَخْشَ الَّذِينَ يَحْضُرُونَ الْمُوصِي وَهُوَ يُوصِي , الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا فَخَافُوا عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة مِنْ ضَعْفهمْ وَطُفُولَتهمْ , أَنْ يُنْهُوهُ عَنْ الْوَصِيَّة لِأَقْرِبَائِهِ , وَأَنْ يَأْمُرهُ بِإِمْسَاكِ مَاله وَالتَّحَفُّظ بِهِ لِوَلَدِهِ , وَهُمْ لَوْ كَانُوا مِنْ أَقْرِبَاء الْمُوصِي لَسَرَّهُمْ أَنْ يُوصِيَ لَهُمْ . ذِكْر مَنْ قَالَ ذَلِكَ : 6933 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن بَشَّار , قَالَ : ثنا عَبْد الرَّحْمَن , قَالَ : ثنا سُفْيَان , عَنْ حَبِيب , قَالَ : ذَهَبْت أَنَا وَالْحَكَم بْن عُيَيْنَة , فَأَتَيْنَا مِقْسَمًا , فَسَأَلْنَاهُ , يَعْنِي عَنْ قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا } . ..

الْآيَة , فَقَالَ : مَا قَالَ سَعِيد بْن جُبَيْر ؟ فَقُلْنَا : كَذَا وَكَذَا . فَقَالَ : وَلَكِنَّهُ الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيَقُول لَهُ مَنْ يَحْضُرهُ : اِتَّقِ اللَّه وَأَمْسِكْ عَلَيْك مَالك , فَلَيْسَ أَحَد أَحَقّ بِمَالِكَ مِنْ وَلَدك ! وَلَوْ كَانَ الَّذِي يُوصِي ذَا قَرَابَة لَهُمْ , لَأَحَبُّوا أَنْ يُوصِي لَهُمْ .
6934 - حَدَّثَنَا الْحَسَن بْن يَحْيَى , قَالَ : أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّزَّاق , قَالَ : أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيّ , عَنْ حَبِيب بْن أَبِي ثَابِت قَالَ : قَالَ مِقْسَم :
هُمْ الَّذِينَ يَقُولُونَ : اِتَّقِ اللَّه وَأَمْسِك عَلَيْك مَالك , فَلَوْ كَانَ ذَا قَرَابَة لَهُمْ لَأَحَبُّوا أَنْ يُوصِي لَهُمْ .
6935 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن عَبْد الْأَعْلَى , قَالَ : ثنا الْمُعْتَمِر بْن سُلَيْمَان , عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : زَعَمَ حَضْرَمِيّ , وَقَرَأَ :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }

قَالَ : قَالُوا حَقِيق أَنْ يَأْمُر صَاحِب الْوَصِيَّة بِالْوَصِيَّةِ لِأَهْلِهَا , كَمَا أَنْ لَوْ كَانَتْ ذُرِّيَّة نَفْسه بِتِلْكَ الْمَنْزِلَة لَأَحَبَّ أَنْ يُوصِي لَهُمْ , وَإِنْ كَانَ هُوَ الْوَارِث فَلَا يَمْنَعهُ ذَلِكَ أَنْ يَأْمُرهُ بِاَلَّذِي يَحِقّ عَلَيْهِ , فَإِنَّ وَلَده لَوْ كَانُوا بِتِلْكَ الْمَنْزِلَة أَحَبَّ أَنْ يَحُثّ عَلَيْهِ , فَلْيَتَّقِ اللَّه هُوَ , فَلْيَأْمُرْهُ بِالْوَصِيَّةِ وَإِنْ كَانَ هُوَ الْوَارِث , أَوْ نَحْوًا مِنْ ذَلِكَ .
وَقَالَ آخَرُونَ : بَلْ مَعْنَى ذَلِكَ أَمْر مِنْ اللَّه وُلَاة الْيَتَامَى أَنْ يَلُوهُمْ بِالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ فِي أَنْفُسهمْ وَأَمْوَالهمْ , وَلَا يَأْكُلُوا أَمْوَالهمْ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا , وَأَنْ يَكُونُوا لَهُمْ كَمَا يُحِبُّونَ أَنْ يَكُون وُلَاة وَلَده الصِّغَار بَعْدهمْ لَهُمْ بِالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ لَوْ كَانُوا هُمْ الَّذِينَ مَاتُوا وَتَرَكُوا أَوْلَادهمْ يَتَامَى صِغَارًا . ذِكْر مَنْ قَالَ ذَلِكَ : 6936 - حَدَّثَنِي مُحَمَّد بْن سَعْد , قَالَ : ثني أَبِي , قَالَ : ثني عَمِّي , قَالَ : ثني أَبِي , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ اِبْن عَبَّاس , قَوْله :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ }

يَعْنِي بِذَلِكَ : الرَّجُل يَمُوت وَلَهُ أَوْلَاد صِغَار ضِعَاف يَخَاف عَلَيْهِمْ الْعَيْلَة وَالضَّيْعَة , وَيَخَاف بَعْده أَنْ لَا يُحْسِن إِلَيْهِمْ مَنْ يَلِيهِمْ , يَقُول : فَإِنْ وَلِيَ مِثْل ذُرِّيَّته ضِعَافًا يَتَامَى , فَلْيُحْسِنْ إِلَيْهِمْ , وَلَا يَأْكُل أَمْوَالهمْ إِسْرَافًا وَبِدَارًا خَشْيَة أَنْ يَكْبَرُوا , فَلْيَتَّقُوا اللَّه , وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .
وَقَالَ آخَرُونَ : مَعْنَى ذَلِكَ : وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ , فَلْيَتَّقُوا اللَّه وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا , يَكْفِيهِمْ اللَّه أَمْر ذُرِّيَّتهمْ بَعْدهمْ . ذِكْر مَنْ قَالَ ذَلِكَ : 6937 - حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيم بْن عَطِيَّة بْن دُرَيْج بْن عَطِيَّة , قَالَ : ثني عَمِّي مُحَمَّد بْن دُرَيْج , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ الشَّيْبَانِيّ , قَالَ :
كُنَّا بِالْقُسْطَنْطِينِيَّةِ أَيَّام مَسْلَمَة بْن عَبْد الْمَلِك , وَفِينَا اِبْن مُحَيْرِيز وَابْن الدَّيْلَمِيّ وَهَانِئ بْن كُلْثُوم , قَالَ : فَجَعَلْنَا نَتَذَاكَر مَا يَكُون فِي آخِر الزَّمَان , قَالَ : فَضِقْت ذَرْعًا بِمَا سَمِعْت , قَالَ : فَقُلْت لِابْنِ الدَّيْلَمِيّ : يَا أَبَا بِشْر بِوُدِّي أَنَّهُ لَا يُولَد لِي وَلَد أَبَدًا ! قَالَ : فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي وَقَالَ : يَا اِبْن أَخِي لَا تَفْعَل , فَإِنَّهُ لَيْسَتْ مِنْ نَسَمَة كَتَبَ اللَّه لَهَا أَنْ تَخْرُج مِنْ صُلْب رَجُل , إِلَّا وَهِيَ خَارِجَة إِنْ شَاءَ وَإِنْ أَبَى . قَالَ : أَلَا أَدُلّك عَلَى أَمْر إِنْ أَنْتَ أَدْرَكْته نَجَّاك اللَّه مِنْهُ , وَإِنْ تَرَكْت وَلَدك مِنْ بَعْدك حَفِظَهُمْ اللَّه فِيك ؟ قَالَ : قُلْت بَلَى , قَالَ : فَتَلَا عِنْد ذَلِكَ هَذِهِ الْآيَة :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّه وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا }

.
قَالَ أَبُو جَعْفَر : وَأَوْلَى التَّأْوِيلَات بِالْآيَةِ قَوْل مَنْ قَالَ : تَأْوِيل ذَلِكَ : وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ الْعَيْلَة لَوْ كَانُوا فَرَّقُوا أَمْوَالهمْ فِي حَيَاتهمْ , أَوْ قَسَّمُوهَا وَصِيَّة مِنْهُمْ بِهَا لِأُولِي قَرَابَتهمْ وَأَهْل الْيُتْم وَالْمَسْكَنَة , فَأَبْقَوْا أَمْوَالهمْ لِوَلَدِهِمْ خَشْيَة الْعَيْلَة عَلَيْهِمْ بَعْدهمْ مَعَ ضَعْفهمْ وَعَجْزهمْ عَنْ الْمَطَالِب , فَلْيَأْمُرُوا مَنْ حَضَرُوهُ , وَهُوَ يُوصِي لِذَوِي قَرَابَته - وَفِي الْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين وَفِي غَيْر ذَلِكَ - بِمَالِهِ بِالْعَدْلِ , وَلْيَتَّقُوا اللَّه , وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا , وَهُوَ أَنْ يُعَرِّفُوهُ مَا أَبَاحَ اللَّه لَهُ مِنْ الْوَصِيَّة وَمَا اِخْتَارَهُ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ أَهْل الْإِيمَان بِاَللَّهِ وَبِكِتَابِهِ وَسُنَّته. وَإِنَّمَا قُلْنَا ذَلِكَ بِتَأْوِيلِ الْآيَة أَوْلَى مِنْ غَيْره مِنْ التَّأْوِيلَات لِمَا قَدْ ذَكَرْنَا فِيمَا مَضَى قَبْل , مِنْ أَنَّ مَعْنَى قَوْله :

{ وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا }

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين فَأَوْصُوا لَهُمْ , بِمَا قَدْ دَلَّلْنَا عَلَيْهِ مِنْ الْأَدِلَّة . فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ تَأْوِيل قَوْله :

{ وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين } . ..

الْآيَة , فَالْوَاجِب أَنْ يَكُون قَوْله تَعَالَى ذِكْره :

{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ }

تَأْدِيبًا مِنْهُ عِبَاده فِي أَمْر الْوَصِيَّة بِمَا أَذِنَهُمْ فِيهِ , إِذْ كَانَ ذَلِكَ عَقِيب الْآيَة الَّتِي قَبْلهَا فِي حُكْم الْوَصِيَّة , وَكَانَ أَظْهَر مَعَانِيه مَا قُلْنَا , فَإِلْحَاق حُكْمه بِحُكْمِ مَا قَبْله أَوْلَى مَعَ اِشْتِبَاه مَعَانِيهمَا مِنْ صَرْف حُكْمه إِلَى غَيْره بِمَا هُوَ لَهُ غَيْر مُشَبَّه .

 

8.    Muntakhab

Tafsir / Arab / Muntakhab / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

وعلى الناس ألا يظلموا اليتامى وليخافوا على ذريتهم الضعاف أن ينالهم من الظلم ما يفعلونه مع اليتامى وليتقوا الله فيهم وليقولوا قولا مسددا نحو الحق غير ظالم لأحد.

 

9.    Sa’di

قيل: إن هذا خطاب لمن يحضر, من حضره الموت وأجنف في وصيته, أن يأمره بالعدل في وصيته, والمساواة فيها بدليل قوله.

" وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا "

أي: سدادا, موافقا للقسط والمعروف. وأنهم يأمرون من يريد الوصية على أولاده, بما يحبون معاملة أولادهم بعدهم. وقيل: إن المراد بذلك, أولياء السفهاء, من المجانين, والصغار, والضعاف, أن يعاملوهم في مصالحهم الدينية والدنيوية, بما يحبون أن يعامل به من بعدهم, من ذريتهم الضعاف.

" فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ "

في ولايتهم لغيرهم, أي: يعاملونهم بما فيه تقوى الله, من عدم إهانتهم, والقيام عليهم, وإلزامهم لتقوى الله.

 

10.    Zabad

Tafsir / Arab / Zabad / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

هم الأوصياء , وفيه وعظ لهم بأن يفعلوا باليتامى الذين في حجورهم ما يحبون أن يفعل بأولادهم من بعدهم .

 

 

11.    Muyassar

Tafsir / Arab / Muyassar / Surah An Nisaa' 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

وليخف الذين لو ماتوا وتركوا من خلفهم أبناء صغارا ضعافا خافوا عليهم الظلم والضياع, فليراقبوا الله فيمن تحت أيديهم من اليتامى وغيرهم, وذلك بحفظ أموالهم, وحسن تربيتهم, ودفع الأذى عنهم, وليقولوا لهم قولا موافقا للعدل والمعروف

 

 
BAB IV

ANALISA URGENSI PEMBENTUKAN KELUARGA YANG KUAT

DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ANAK

 

Kegiatan atau proses belajar mengajar adalah merupakan suatu interaksi yang terdiri dari beberapa unsur. Antara satu unsur dengan unsur yang lain adalah saling terkait dan saling mendukung. Artinya sebuah pendidikan akan berhasil dengan baik apabila unsur yang ada lengkap dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Diantara unsur-unsur yang terkait itu adalah :

1.      Guru yang mengajar / orang tua

Guru adalah orang yang memberikan / atau menyampaikan pelajaran baik guru secara langsung ataupun peralatan lain yang berfungsi sebagaimana guru.

2.      Murid yang belajar / anak-anak

Murid adalah peserta didik artinya orang yang secara sadar siap untuk menerima pelajaran untuk Menambah ilmu pengetahuan.

3.      Alat Pelajaran

Alat dalam hal ini adalah sarana dan prasarana yang disampaikan ataupun alat bantu untuk menyampaikan materi pelajaran. Yang termasuk dalam alat pelajaran dalam hal ini adalah materi pelajaran, rencana pemebelajaran, proses pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan tujuan pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya akan dibahas tentang sarana dan prasarana ini mulai dari pengertiannya sebagai berikut:

 

D.    Pengertian Sarana dan Prasarana

Pengertian sarana dan prasarana dalam pembahasan ini penulis mengkonotasikan dengan alat pendidikan atau media pendidikan. Hal ini menurut hemat penulis bahwa antara sarana dan prasarana dengan alat atau media pendidikan mempunyai kesamaan pengertian. Lebih lanjut tentang sarana prasarana pendidikan atau alat atau media pendidikan ini dikemukakan oleh para pakar pendidikan yang dikutip oleh Zakiyah Darojat sebagai berikut:

1.     

48

 
Menurut Rustiyah NK, dkk: “Media pendidikan adalah alat, metode, teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

2.      Menurut Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely : Media adalah sumber pelajaran. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang membuat kondisi siswa mungkin memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.1

 

Dari pendapat tersebut di atas kirang dapat diambil pengertian secara umum yang dimaksud dengan alat/sarana dan prasarana pendidikan adalah suatu media, wahana, segala sesuatu yang dapat dipakai dalam pendidikan yang berfungsi memperjelas dan Menambah kepahaman siswa dalam menerima pendidikan dan pengajaran sehingga interaksi proses belajar mengajar lebih efektif, efisien dan dapat mencapai tujuan dengan optimal dan maksimal.

Dijelaskan oleh KH. Humam Nashirudin, dalam terjemaham Ta’lim Muta’alim tentang kunci sukses dalam belajar yaitu : “Ketahuilah bahwa kita dapat mendapatkan ilmu kecuali melalui enam perkara  yaitu cerdas, telaten/tekun, sabar, perbekalan yang cukup, petunjuk guru, waktu yang panjang”.2

Dari pendapat tersebut di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana atau media, alat pendidikan ditinjau dari jenis dan macamnya banyak sekali. Tetapi secara global dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sarana prasarana yang berupa fisik dan sarana prasarana yang berupa non fisik.

1.      Sarana dan prasarana fisik

Sarana dan prasarana fisik adalah suatu alat atau media sebagai fasilitas yang dapat membantu tercapainya proses pendidikan dan pengajaran dengan baik yang berupa fisik. Baik fisik hidup seperti guru, siswa, pembantu sekolah, maupun fisik mati seperti buku panduan, alat peraga, alat pelajaran, pergedungan, rencana pembelajaran, alat evaluasi, ataupun fasilitas lain yang berupa kebendaan.

2.      Sarana dan prasarana non fisik

Sarana dan prasarana non fisik adalah suatu alat atau media sebagai fasilitas yang dapat membantu tercapainya proses pendidikan dan pengajaran dengan baik yang berupa non fisik. Baik sarana prasarana non fisik material kebendaan seperti hadiah, hukuman ataupun sara prasarana non fisik yang berupa non material seperti motivasi, contoh-contoh, ataupun hal lain yang dapat mendukung adanya peningkatan tujuan pendidikan.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa sarana pendidikan baik yang berupa fisik maupun yang berupa non fisik. Keberadaannya adalah sangat mendukung untuk tercapainya tujuan pendidikan yang lebih baik. Baik tujuan dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan maupun tujuan dalam rangka pembinaan mental spiritual. Transformasi ilmu pengetahuan ditandai dengan peningkatan intelektual, kecerdasan dan kepandaian sedangkan peningkatan mental spiritual adalah adanya peningkatan kualitas iman, akhlak dan budi pekerti.

Untuk lebih memperjelas dan Menambah wawasan tentang pendidikan Islam khususnya menyangkut tentang sarana dan prasarana dalam poin selanjutnya akan dibahas tentang sarana dan prasarana pendidikan menurut Al Qur’an sebagai landasan fundamental yang  universal tentulah segala sesuatu baik yang menyangkut pendidikan maupun yang menyangkut faktor kehidupan lain akan banyak dibahas di dalamnya.

 

E.     Sarana dan Prasarana Pendidikan Menurut Al Qur’an

Tindakan belajar adalah suatu interaksi yang terdiri dari beberapa hal yang terkait di dalamnya, baik keterlibatan secara aktif dalam arti sebagai pelaku atau keterlibatan secara pasif dalam arti sebagai faktor pendorong untuk tercapainya tujuan pendidikan. Faktor-faktor yang terlibat dalam pendidikan bisa disebut juga dengan sarana dan prasarana atau alat pendidikan.

Al Qur’an banyak menjelaskan tentang pendidikan dari materi pendidikan, tujuan pendidikan termasuk dalam hal ini sarana dan prasarana pendidikan. Baik sarana pendidikan yang berkategori non fisik maupun yang fisik. Diantara sarana itu dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut:

1.      Sarana fisik

Dijelaskan di muka bahwa saran fisik yang dimaksud adalah hal-hal yang membentuk pelaksanaan pendidikan menjadi lebih baik dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan secara efisien dan efektif yang berbentuk fisik material.

Yang termasuk dalam kategori sarana prasarana fisik material adalah:

a.       Guru

b.      Murid

c.       Materi pelajaran

d.      Alat-alat peraga / alat tulis

e.       Metodologi pengajaran

f.       Pergedungan

Lebih lanjut sarana prasarana fisik dijelaskan berdasarkan ayat Al Qur’an :

a.       Guru / Pengajar

Guru adalah orang yang menyampaikan pelajaran / pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Guru yang langsung dalam arti langsung bertatap muka dalam satu media tertentu seperti sekolah, kuliah ataupun yang lain. Sedangkan yang tidak langsung orang yang mendidik dengan tidak secara langsung seperti pelajaran yang disampaikan oleh Nabi Khidir kepada Nabi Musa dalam Kisah Ashabul Kahfi.

Tentang fungsi dan peran guru ini hanya diterangkan dalam Al Qur’an surat Hud ayat25, 26.

ôs)s9ur $uZù=yör& %·nqçR 4n<Î) ÿ¾ÏmÏBöqs% ÎoTÎ) öNä3s9 ֍ƒÉtR êúüÎ7B ÇËÎÈ br& žw (#ÿrßç7÷ès? žwÎ) ©!$#

Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (Dia berkata): "Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, Agar kamu tidak menyembah selain Allah.3

 

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Hud adalah merupakan Rasul atau guru bagi kaumnya untuk mengajarkan kepada mereka tentang Tuhannya, dan agar jangan menyembah kepada selain Dia. Dalam Surat Hud ayat 50

4n<Î)ur >Š%tæ öNèd%s{r& #YŠqèd 4 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#rßç6ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ÿ¼çnçŽöxî ( ÷bÎ) óOçFRr& žwÎ) šcrçŽtIøÿãB

 

Artinya : Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.4

 

Ayat ini masih menjelaskan tentang Nabi Hud, yang diutus kepada kaum ‘Ad untuk mengajak mereka menyembah kepada Allah. Dan masih banyak lagi ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang Rosul dalam arti guru yang menjelaskan kepada kita tentang hal ikhwal kehidupan ini.

 

b.      Murid dan peserta didik

Murid atau peserta didik adalah obyek atau Sasaran dari pendidikan itu sendiri. Dalam statusnya ada murid yang langsung dalam arti siswa sekolah ataupun murid yang tidak langsung seperti Rasul terhadap umatnya. Umat dalam kapasitasnya disini adalah sebagai murid yang harus menerima pendidikan dan pengajaran untuk diamalkan sebagai pedoman tingkah laku.

Dijelaskan dalam Q.S. Al Maidah ayat 15:

Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ6ø9$# ôs% öNà2uä!$y_ $oYä9qßu ÚúÎiüt7ムöNä3s9 #ZŽÏWŸ2 $£JÏiB öNçFYà2 šcqàÿøƒéB z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# (#qàÿ÷ètƒur Ætã 9ŽÏVŸ2

Artinya : Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.5

 

Ayat ini menjelaskan bahwa obyek dari pendidikan adalah ahli kitab, yang telah tidak ada peringatan (Rasul) yang datang sehingga melupakan dan menyembunyikan isi Al Kitab. Maka kehadiran Rasul Muhammad untuk menjelaskan kepada mereka tentang itu semua.

Dalam ayat lain dijelaskan:

øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ÉQöqs)»tƒ (#rãä.øŒ$# spyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ

Artinya : Dan ingatlah ketika musa berkata kepada kaumnya, hai ingatlah nikmat Allah atasmu… (Al Maidah 20).6

 

Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa Musa adalah sebagai guru dan kaumnya adalah murid yang sedang lupa atas nikmat Allah sehingga diingatkan untuk selalu ingat pada nikmat Allah.

 

c.       Materi Pelajaran

Materi pelajaran adalah serangkaian pelajaran yang harus disampaikan oleh seorang guru kepada murid. Banyak ayat Al Qur’an yang secara gamblang menjelaskan tentang materi pendidikan yang harus disampaikan. Diantaranya firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat  151 :

 

ويعلمكم مالم تكونوا تعلمون

Artinya  : “Dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui “ ( QS. Al Baqarah  151)

Demikian pula penjelasan Lukman Al Hakim tentang materi pendidikan yang harus disampaikan kepada anaknya. (dijelaskan dalam bab terdahulu). Juga banyak ayat lain yang menerangakan hal itu seperti kalimat syahadat, supaya kita bertaqwa (Ittaqulloh), untuk melaksanakan shalat (aqimus Sholah), untuk mengeluarkan zakat (itauz zakat), untuk melaksanakan puasa (Shaumu Romadlon, Kutiba alaikumus Syiam) dan perintah untuk menunaikan Haji (Hajjul Bait). Masih banyak ayat lain yang tidak sempat terbatas dalam kajian ini.

 

d.      Alat-alat Tulis / Bahan bacaan

Alat tulis atau bahan bacaan adalah suatu sarana untuk mempermudah proses pembelajaran dan mengefektifkan pelaksanaan proses belajar mengajar. Banyak ayat Al Qur’an yang membahas hal itu. Dalam surat Al ‘Alaq ayat 4 – 5 :

Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ

Artinya : Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.7

 

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mengajarkan kepada manusia melalui perantara kalam. Sebuah alat yang untuk Mencatat semua peristiwa yang menjadi data dan dokumen.

Dalam ayat lain, Al Maidah ayat 15 :

ôs% Nà2uä!%y` šÆÏiB «!$# ÖqçR Ò=»tGÅ2ur ÑúüÎ7B

Artinya : Sesungguhnya telah datang kepada kamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan.8

 

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Kitab adalah suatu sarana yang dipakai Rosul untuk menjelaskan dalam proses interaksi belajar mengajar.

 

e.       Methodologi / Sistem / Cara

Metodologi / sistem adalah suatu rangkaian proses belajar yang harus ditempuh dan dilewati untuk dapat mencapai suatu tujuan yan telah dicanangkan.

Dalam pendidikan Islam banyak sekali metode yang dapat diterapkan demi keberhasilan pendidikan yang diharapkan.

Sedangkan metode yang dicontohkan oleh Al Qur’an surat An Nahl ayat 125 adalah sebagai berikut:

äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$#

Artinya : Ajaklah kepada agama tuhanmu dengan cara yang bijaksana, nasehat yang baik, berdebat dengan cara yang baik.9

 

Dijelaskan dalam hadits :

من راء منكم منكرا فليغيره بيده وان لم يستطع فبلسانه وان لم يستطع فبقلبه وذالك اضعاف الايمان (متفق عليه)

 

Artinya : Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangan (kekuasaan), apabila ia tidak mampu maka dengan lidahnya (perkataannya) dan apabila ia tidak mampu maka dengan menggunakan hatinya (perasaan). Itulah selemah-lemah iman. (Mutafaqqun Alaihi).10

 

Dari kedua landasan diatas dapat diketahui bahwa suatu proses pendidikan/metode pendidikan adalah harus dirumuskan dari hal yang paling mudah, paling sederhana sampai kepada hal yang dirasa memerlukan beban pemikiran yang cukup berat. Secara banyak metodologi pendidikan Islam masih kalah bersaing dengan metodologi pendidikan non Islam.

 

2.      Sarana dan Prasarana non fisik

Sarana dan prasarana non fisik adalah suatu alat atau media sebagai fasilitas yang dapat membantu tercapainya proses pendidikan dan pengajaran dengan baik yang berupa non fisik. Baik sarana prasarana non fisik material kebendaan seperti hadiah, hukuman ataupun sarana non fisik yang berupa non material. Seperti motivasi, contoh-contoh, ataupun hal lain yang dapat mendukung adanya peningkatan tujuan pendidikan.

Yang termasuk sarana dan prasaran non fisik adalah:

a.       Motivasi

b.      Hukuman

c.       Hadiah

d.      Contoh, teladan yang baik.

 

Ad.a. Motivasi

Motivasi adalah dorongan atau spirit yang datangnya dari luar diri sendiri untuk mencapai tujuan dengan baik. Sifat dari motivasi adalah sekedar dorongan untuk memacu semangat dan merupakan sarana non fisik. Dalam kenyataannya tanpa motivasi yang kuat seseorang sulit mendapatkan prestasi yang maksimal.

Dijelaskan dalam Al Qur’an surat Ali Imron ayat 18:

yÎgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd âƒÍyêø9$# ÞOŠÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ

Artinya : Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.11

 

Ayat tersebut diatas dalam rangka Allah memberi motivasi kepada manusia bahwasannya bagi mereka manusia yang mempunyai ilmu maka akan memiliki kemuliaan sebagaimana mulanya Allah dan Malaikat dengan memiliki keperkasaan dan kebijaksanaan.

Diharapkan dari motivasi ini manusia akan mencari kemuliaan dengan keperkasaan dan kebijaksanaan sehingga memiliki arti dalam hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam surat Al Baqoroh 269, juga disebutkan :

ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ

Artinya: Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).12

 

Ad.b. Hukuman

Menurut sebagian para ahli, hukuman adalah suatu alat pendidikan yang kurang diterapkan kepada anak didik. Meskipun demikian hukuman dapat dijadikan sarana pendidikan apabila kondisinya terpaksa dan sudah tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh.

Rosululloh telah memberi pelajaran dalam hadits :

 

 

Artinya : Suruhlah anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika mereka sudah berumur tujuh tahun. Dan apabila sudah berumur sepuluh tahun maka pukullah, jika mereka tidak mau melaksanakan sholat dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Al Hakim dan Abu Dawud).13

 

Dari hadits tersebut di atas diketahui bahwa memukul merupakan alat pendidikan tetapi apabila sudah sampai anak berusia sepuluh tahun belum mau menjalankan sholat Sementara standarisasi anak Mengerjakan sholat tujuh tahun, tenggang waktu tiga tahun memperbolehkan orang tua memukul anak demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu mau mengerjakan sholat.

 

Ad.c. Hadiah

Yaitu suatu pemberian yang diberikan guna memberi semangat atas prestasi yang telah dicapai. Pemberian hadiah merupakan alat pendidikan yang cukup efektif dalam rangka mencapai tujuan karena dengan hadiah akan timbul kesadaran lebih baik untuk menempuh pelajaran dan hasil yang diharapkannya. Tentang hadiah itu sendiri Rosululloh pernah melaksanakannya pada saat cucu beliau yaitu Hasan, baru khatam Al Qur’an ditempatnya Zaid bin Tsabit. Setelah Zaid bin Tsabit memberi laporan pada Rosul bahwa cucu beliau telah khatam Al Qur’an maka seketika itu pula Rosululloh menyuruh kepada pembantunya untuk menyembelih kambing dua ekor sebagai rasa syukur.

Dengan Rosululloh memotong kambing dan dagingnya sebagian untuk fakir miskin maka semangat dari cucu Rasul yaitu Hasan tumbuh semangatnya dengan baik agar suatu saat setelah selesai pelajaran yang lebih tinggi tidak hanya kambing mungkin juga akan disembelihkan sapi.

Sedangkan bagi si Zaid bin Tsabit merasa mendapatkan kehormatan yang besar sekali dari Rosul karena dapat mengajar dengan baik dan bahkan hasil yang dicapai disyukuri oleh Rosul dengan memotong kambing.

Sedangkan di zaman sekarang ini hadiah tidaklah hanya diberikan sebatas memotong kambing mungkin membelikan sepeda, tas dan sebagainya sesuai dengan kesenangan anak tersebut.

 

Ad.d. Contoh yang baik

Contoh yang baik adalah merupakan alat pendidikan yang efektif. Ada seseorang yang mengatakan bahwa Lisanul Hal Khairun min lisanul makol, (perbuatan yang baik lebih dapat menghasilkan tujuan dari pada perkataan melalui mulut).

Sehingga seorang guru sangatlah dituntut untuk berbudi pekerti yang baik agar dicontoh oleh semua muridnya contoh yang baik. Karena contoh menggambarkan sesuatu yang sebenarnya. Apabila seorang guru sudah tidak dapat memberi contoh yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa proses belajar mengajar hanya sebatas transformasi ilmu pengetahuan saja.

Dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 21 yang menerangkan hal itu seperti:

ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx.

Artinya :  Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.14

 

Kedua ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Rosul dalam memberikan pendidikan kepada kaumnya didasari kepada contoh yang baik. Artinya apa yang telah mereka sampaikan kepada umatnya terlebih dahulu Rasul telah melakukannya.

 

F.     Fungsi Sarana dan Prasarana

Pendidikan adalah merupakan proses interaksi untuk mendapatkan pengetahuan dan perubahan sikap laku menjadi baik. Karena merupakan suatu interaksi maka secara otomatis unsur yang terkandung di dalamnya banyak. Termasuk dalam hal ini adalah alat-alat / sarana dan prasarana.

Dalam fungsinya masing-masing jenis dan bentuk sarana dan prasarana adalah berbeda-beda, tetapi secara umum tujuannya adalah sama yaitu untuk dapat secara mudah, efektif dan efisien dapat tercapai.

Diantara fungsi sarana prasarana dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

 

  1. Fungsi Pendidikan

Diantara fungsi sarana prasarana dalam pendidikan adalah :

a.       Fungsi sarana dan prasarana dalam pendidikan yaitu membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah diprogramkan.

b.      Membantu proses transformasi ilmu pengetahuan kepada siswa.

c.       Sebagai alat bantu menjelaskan sesuatu materi kepada siswa.

d.      Untuk membantu membuat kesimpulan atau ringkasan atau prespektif tentang hubungan tertentu dalam pelajaran.

 

  1. Fungsi Ketrampilan

Diantara fungsi ini adalah sebagai berikut:

a.       Menambah pengetahuan tentang peralatan baru, yang belum pernah diketahui, seperti Komputer, Internet, elektronika dan lain-lain.

b.      Menambah kemampuan mengoperasikannya.

Alat semacam ini biasanya terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan yang sangat memerlukan alat sebagai unsur ketrampilan, seperti kemampuan memakai komputer, kemampuan menjahit, kemampuan bengkel, kemampuan mengelas. Kemampuan semacam ini tidak lepas dari adanya alat yang memadahi sebagai sarana dan prasarana ketrampilan.

c.       Meningkatkan sumber daya manusia yang terampil dan mampu bersaing dalam persaingan kerja yang baik.

Setelah dibahas secara luas dan rinci tentang pendidikan Islam menurut Al Qur’an maka tingkat pada pembahasan selanjutnya yaitu penutup yang akan diuraikan dalam bab selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
BAB V

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Setelah penulis melakukan kajian secara mendalam tentang konsep pendidikan Anak menurut Al Qur’an, kini tinggal menyimpulkan dari apa yang telah penulis uraikan tersebut di atas yaitu :

  1. Isi Kandungan Q.S. An Nisa : 9

Kita disuruh untuk meninggalkan anak keturunan yang kuat, maka pokok-pokok yang harus dilakukan orang tua adalah :

a.       Pendidikan anak dalam keluarga adalah suatu proses transformasi ilmu pengetahuan yang dilakukan secara sadar oleh orang tua di rumah.

b.      Bentuk pendidikan anak dalam keluarga dengan model pendidikan langsung dan pendidikan yang tidak langsung. Pendidikan langsung adalah pendidikan yang langsung diberikan kepada anak. Sedangkan pendidikan tidak langsung adalah suatu tindakan yang pada prinsipnya untuk mendidik anak.

  1. Proses pendidikan anak dalam keluarga

a.       Proses adalah suatu tahapan yang harus ditempuh atau diselesaikan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

b.      Metode yang dapat digunakan dalam pendidikan anak adalah dapat memakai metode langsung artinya anak terlibat dalam proses pembelajaran maupun tidak langsung, melainkan melalui contoh-contoh yang dikembangkan oleh orang lain.

c.      

62

 
Pembentukan keluarga yang kuat, berorientasi kepada pembentukan jasmaniyah atau fisik material, seperti terbentuknya badan yang sehat, kekar dan kuat, juga untuk mendapat rokhaniyah yang baik seperti berintelektual tinggi, berakhlakul karimah yang baik, berkepribadian dan mempunyai jiwa mandiri, dan dapat mengabdi kepada Allah sebagai hamba Allah yang sholeh. Atau secara agamis tujuan pendidikan adalah untuk memperoleh kehidupan dunia yang baik dan kehidupan akhirat yang baik.

  1. Urgensi pembentukan keluarga yang kuat

Dalam upaya untuk membentuk keluarga yang kuat, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :

a.       Sarana dan prasarana pendidikan adalah suatu alat untukmembantu agar pelaksanaan proses belajar mengajar lebih efektif, efisien dan dapat mencapai tujuan pendidikan dengan baik.

b.      Fungsi sarana dan prasarana dapat dipahami sebagai sarana yang berfungsi pendidikan, artinya menjelaskan tentang materi pendidikan lebih baik. Dan juga berfungsi sebagai ketrampilan yang Menambah sumber daya manusia dan mendapatkan ketrampilan berkarya.

 

B.     Saran – Saran

Dalam akhir penulisan ini penulis akan memberikan saran demi perbaikan semua pihak, terutama dalam melaksanakan proses pendidikan anak.

1.      Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Sains Al Quran Wonosobo hendaknya untuk selalu membenahi diri demi peningkatan mutu dan prestasi bagi semua mahasiswa yang menuntut ilmu disana.

2.      Kepada semua dosen untuk lebih meningkatkan wawasan keilmuannya sehingga mahasiswa akan lebih berkembang dengan baik.

3.      Kepada umat Islam khususnya pembaca karya ilmiah ini, bahwa pendidikan adalah merupakan hal yang amat penting untuk dilaksanakan dengan baik karena anak adalah amanat yang akan dipertanggungjawabkan besok di hari pertanggungjawaban. Anak adalah merupakan karunia yang dapat bermanfaat bagi kebahagiaan akhirat, apabila proses pendidikan mereka betul-betul diperhatikan sebaik-baiknya sehingga menjadi anak yang sholeh.

4.      Bagi semua anak-anak. Bahwa pendidikan adalah suatu proses Pemberdayaan individu, maka agar masing-masing bisa memberdayakan dirinya sendiri dengan baik, maka kehidupan ini akan lebih baik. Oleh karena itu belajarlah dengan baik, maka kehidupan ini akan lebih baik. Oleh karena itu belajarlah yang baik selagi kira masih punya kesempatan untuk belajar sebaik-baiknya.

5.      Bagi orang tua, bahwa anak merupakan amanat Allah, maka hendaknya diperhatikan dan dijaga sebaik mungkin. Tingkat penjagaan adalah dari berbagai aspek. Termasuk dalam rangka menjaga anak dari kekurangan dengan mendidik. Suksesnya pendidikan di sekolah sedikit banyak tergantung kepada pendidikan keluarga. Maka dari itu jadikanlah keluarga sebagai lembaga pendidikan yang akomodatif bagi anak.

 

C.    Penutup

Sebagai akhir dari uraian ini, apabila penulis dalam melakukan kajian ilmiah banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun Analisa terutama bagi mereka yang lebih membidangi lebih tahu banyaknya kesalahan dalam kajian ini maka penulis mohon untuk dapat dikoreksi demi peningkatan kualitas dalam penulisan lebih lanjut.

Terima kasih atas Bantuan semua pihak semoga penulisan ini akan membawa manfaat yang banyak dan menjadi amal sholeh yang baik dalam kehidupan dunia sampai di hari kiamat nanti.

Wassalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh

 

 

 

 

P e n u l i s

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

A. Musthofa Al Maroghi,                         Terjemahan TAfsir Al Maroghi, CV. Thoha Putra Semarang, 1989.

Abi Thahir bin Ya’kub Al Fairuza Badi, Tanwirul Miqbas min Tafsiri Ibni ‘Abbas, Darul Fikri Lithaba’ati wan Nasyri Watturabbi’, t.kt terbit, t.th

Abu Imam Taqyudin,                                  Terjemah Tanbihul Ghofilin, Daarul Ikhya, 1986, Malang.

Ahmad Tafsir, Dr.,                                      Methodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995.

Amin Indra Kusuma, Drs.,                          Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1973.

Asmuni Syukur,                                           Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al Ikhlas,  1992, Surabaya.

Arifin, M.Ed., Prof. H.M                            Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1987.

Baranata, SA.                                              Filsafat Pendidikan Islam, Dirjen Bimbaga Islam, Jakarta 1983

 

Cahyadi Takariawan,                                   Pernik-pernik Rumah Tangga Islami, Era Intermedia, Solo, 2001.

Chabib Thoha, H.M.MA,                            Methodologi Pengajaran Agama, Fakultas Tarbiyah, Kerjasama dengan Pustaka Pelajar, Semarang, 1999

Departemen Agama RI.,                             Al Qur’an dan Terjemahan, CV Toha Putra, Semarang, 1986.

Hafi Anshori, H.M                                      Pengantar Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.

Hafidh Ibnu Hajar Al Asqolani,                  Bulughul Marom, Nurul Asya, tt.

Hamid Syafi’I.,                                           Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam,  Bimbingan Agama Islam, Jakarta, 1983.

Human Nasyirudin, KH.                             Terjemahan Ta’alim Al Muta’alim, Menara Kudus, Kudus.

Hamka, Prof. Dr.                                         Tafsir Al-Azhar Juz 4, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 2004

I Jumhur dan M. Suryabrata.,                      Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, CV. Ilmu, Bandung. 1990.

Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as Suyuti, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Al Maktabah Al Mathriyah, Cirebon Indonesia, 1896 M                                   

Imam Suyadi, Drs.,                                     Bimbingan Praktis Cara Meningkatkan Prestasi Belajar.

Jalaludin Abd Rohman Ibn Abil Suyuthi, Jami’us Shoghir, Darul Ihya Al Kutubi Arabiyati, tt, Indonesia, Malang.

John. M. Echols & Hasan Sadili,                 Kamus Inggris Indonesia. Gramedia, Jakarta. 1982.

Lexy J. Moeloeng, M.A.,                            Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Rosda Karya, Bandung, 1995

Maksun Arr., H.                                          Pengantar Statistik Pendidikan Proses Kegiatan Ilmiah, FKIP UNIJ, Jember, 1991.

Malik Fajar., H.A.                                       Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, CV Al Fa Grafikatama, Jakarta, 1998.

Mahrus Ali.,                                                 Terjemah Irsyadul ‘Ibad, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.

Muhamad Ali,                                             Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1984.

Muhamad Amin,                                         Peranan Pendidikan Agama dalam Membina Kenakalan Remaja, Garuda Buana Indah, Pasuruan, 1992.

Ngalim Purwanto, MP. M.,                            Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997

Poerwadarminta, WJS.                                  Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1986.

Simanjuntak, B,  Drs. SH..                            Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni Bandung, 1984.

Sayyid Syabiq,                                                 Fiqih Sunnah, Al Ma’arif, Bandung, 1990.

Sumadi Suryabrata,                                          Methodologi Penelitian, Rajawali, Jakarta, 1987.

Sutrisno Hadi,                                                  Metodologi Research jilid 2. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1985.

Syaikh Al Hajj Mushthalih Badawy,               Tafsir Al Qur’anul Karim, Firma Sumatra, Bandung, 1993 M

Team Dosen FIP IKIP Malang,                       Pengantar Dasar Kependidikan, Usaha Nasional, Surabaya. 1998.

Tim Penyusun Kamus, Pusbinsa,                     Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Utsman Najati, M.                                            Al Qur’an dan Ilmu Jiwa, Pustaka, 1997, Bandung.

Winardi, SE.,                                                    Pengantar Metodologi Research, Alumni, Bandung, 1986.

Winarno Surachmad,                                        Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Methode Teknik, Tarsito, Bandung, 1980.

Zahara Idris, MA.,                                           Dasar –Dasar Pendidikan, Angkasa Raya, Padang, 1987.

Zakiyah Darodjat, Prof. Dr                              Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1972.

Zakiyah Darodjat, Prof. Dr.                             Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, 1970.

Zuhairini, Drs.dkk.,                                          Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995



[1]  Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik Rimah Tangga Islam, Solo: Era Intermedia, 2001, hlm. 9

[2]  Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 1252.

[3] Team Dosen FIP IKIP Semarang. Pengantar Dasar Pendidikan, Usaha Nasional, 1992, Malang, hlm. 14

[4] Prof. Zahara Idris, Dasar-Dasar Pendidikan, Angkasa Raya, 1987, Padang, hlm : 10,11

[5] Lexi J. Moeloeng, Methodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995: hlm. 112.

[6] Ibid, hlm: 115

1 Zakiah Darodjat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hlm. 27

2 Prof. HM. Arifin, M.Ed. Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 10.

3 Dr. Ahmad Tafsir, Methodologi Pengajaran Agama Islam, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 1995, hlm. 6

4 Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar Dasar Kependidikan, CV Usaha Nasional, Surabaya, 1980, hlm. 83.

5 Drs. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islami, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, hlm. 149.

6 Drs. B. Simanjuntak, S.H, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni, Bandung, 1984, hlm. 51

[7] Prof. Dr. Zakiah Darodjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, 1970, hlm. 109

[8] Muhammad Amin, Peranan Pendidikan Agama dalam Membina Moral Remaja, GAruda Buana Indah, Pausuruan, 1992, hlm. 5

[9] Jalaludin Abdurrohman bin Abu Bakar Al Syuyuthi, Al Jami’al Shoghir, Jus 1, Darul Ikhya’ Al Kutubil Arobiyati, tt, hlm. 155.

[10] Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971, hlm. 527

[11] Jami’ Al Shoghir, hlm. 54

[12] H. MAhrus Ali, Terjemah Irsyadul Ibad, Mutiara Ilmu. Surabaya. 1995. hlm. 247

[13] Ibnu Hajar Al Asqolani, Bulughul Marom, Nurul Asya, tt, hlm. 309

[14] Al Faqih Abu Laits Samarqandi, Alih Bahasa, Abu Imam Taqyudin, Tanbighul Ghofilin, Daarul Ihya, Indonesia, Malang, 1986, hlm. 125

[15] Prof. H.M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 119

[16] Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971, hlm. 910

[17] Prof. H.M. Arifin, M.Ed, Op Cit, hlm. 224

[18] Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971, hlm. 1052

[19] Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm. 910-911

[20]  Ibid, hlm. 623.

[21], Ibid, hlm. 993.

[22]  Ibid, hlm. 298

[23] Prof. HM. Arifin M.Ed, Op Cit, hlm. 230

[24] Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm. 60

[25], Ibid,  hlm. 862

[26] Ibid. hlm 49

[27] Ibid, hlm. 910-911

[28] Ibid,  hlm 623

[29] Ibid,  hlm. 216

1 Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah/Pentafsir Al-Qur’an  Jakarta, 1971,hlm. 116

2 Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 4, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 2004, hlm. 274

3 Abi Thahir bin Ya’kub Al Fairuza Badi, Tanbirul Miqbas min Tafsiri Ibni ‘Abbas, Darul Fikri Lithaba’ati wan Nasyri Watturabbi’, t.kt terbit, t.th, hlm. 65

4 Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as Suyuti, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Al Maktabah Al Mathriyah Cirebon Indonesia, 1896 M, hlm. 71

5 Syaikh Al Hajj Mushthalih Badawy, Tafsir Al Qur’anul Karim, Firma Sumatra Bandung, 1993 M, hlm. 85

1 Dr. Zakiyah Darojat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1992.

2 KH. Humam Nashirudin, Terjemahan Ta’lim Al Muta’alim, Menara Kudus, Kudus, tt, hlm. 35.

3 Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm. 330

4 Ibid hlm. 335

5 , Ibid, hlm. 161

6 Ibid, hlm. 162

7 , Ibid, hlm. 1079

8 , Ibid, hlm. 161

9 , Ibid, hlm. 421

10 Jalaludin Abdurrohman bin Abu Bakar Syuyuthi, Jami’ Shoghir Jus 1, darul Ikhya Kutubil arobiyati, tt, hlm. 171.

11 Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,,  hlm. 78

12 Ibid, hlm. 67

13 Jalaludin Abdurrohman bin Abu Bakar Al Syuyuthi, Op Cit, hlm. 155.

14 , Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm. 670