Contoh Makalah Study Quran dan Hadist Pesan-pesan pendidikan dalam Q.S Al Mujadilah ayat 11

Daftar Isi


PESAN – PESAN PENDIDIKAN DALAM Al-QURAN

SURAH AL – MUJADILAH 11



 

 

 

 

 

 

 

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah

 Studi Al- Qur’an Hadist Kelas C 2021
Dosen Pengampu :

Dr. H. Muhammad Bahrul Ilmi, S,Ag,. M.Hum.

 

 

 

oleh :

 

Prayitno

NIM. (2110904)

 

                       PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(IAINU) KEBUMEN






BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Derasnya pengaruh  derasnya era globalisasi akhir-akhir ini dirasakan bahwa terjadinya pesatnya pertumbuhan dan perkembanagan disegala bidang baik halnya perkembangan ekonomi, sosial budaya hingga pendidikan dan teknologi. Dengan adanya globalisasi tentu membawa pengaruh bagi seluruh negara termasuk Indonesia, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh negatif yang diakibatkan oleh era globalisasi ini salah satunya adalah kemerosotan hingga hilangnya identitas bangsa indonesia. Hal ini sangat sesuai sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Nurchaili bahwa:

Bangsa Indonesia berada pada titik nadir akan kehilangan jati dirinya,peradaban bangsa yang luhur telah tenggelam entah kemana. Bangsa yang dulunya terkenal dengan peradabannya yang tinggi, kini tergantikan dan terkenal dengan bangsa yang korup, bangsa yang tidak memiliki keperibadian, bangsa yang kacau, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini melekat pada bangsa ini. Menyadari hal ini semua kita terperangah, dan mulai melihat kiri kanan mencari alasan dan penyebab semua kekacauan ini. Siapa yang salah dan siapa yang harus dipersalahkan. Sorotan terbersar tertuju pada sistem pendidikan nasional. Berbagai pendapat dan kritik mulai terlontar. Sistem pendidikan nasional dengan guru sebagai ujung tombaknya dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap kekacauan ini. Padahal jika kita simak visi dan misi pendidikan Indonesia dalam UUD 1945, semua telah dituangkan dengan cukup bijak.[1]

Dapat diketahui sesuai dengan uraina diatas bahwa jati diri serta peradaban bangsa Indonesia yang luhur tidak boleh serta merta terpengaruh oleh dampak negatif dari perkembangan zaman. Sudah saatnya bangsa ini harus mulai bangkit dan mulai membenahi diri. Bangsa ini membutuhkan bantuan dari semua pihak, dan salah satunya melalui lembaga pendidikan. Sudah selayaknya pemerintah mengusahakan serta menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan agama pada dasarnya adalah unsur terpenting dalam pembangunan mental dan akhlak. Ketika mempelajari pendidikan agama, maka akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting. Bahkan yang terpenting dimana kejujuran, kebenaran dan keadilan merupakan sifat-sifat terpenting dalam agama.[2]

Uraian di atas dapat diketahui bahwa sangat penting adanya pendidikan agama untuk membangun mental serta akhlak yang mulia, karena seluruh kandungan di dalam pendidikan agama adalah dasar yang dibutuhkan bangsa ini. Ketika umat Islam menjauhi Al-Qur’an atau hanya sekedar menjadikan Al-Qur‘an hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti Al-Qur’an akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya orang-orang diluar Islam yang yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat islamlah yang seharusnya memegang semangat Al-Qur‘an.

Dengan merujuk pada fenomena yang terjadi kehidupan umat manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai Al-Qur‘an. Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman Al-Qur‘an, akan semakin memperparah kondisi masyarakat berupa kemerosotan moral. Cara memperbaiki keadaan yang tidak relevan ini adalah dengan kembali kepada ajaran- ajaran yang terkandung dalam Al- Qur’an. Hal ini dapat melalui pendidikan agama Islam.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan memiliki peran yang sangat penting yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan bangsa itu sendiri. Sebagaimana tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), dinyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.[3]

Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya atau pemeluknya untuk menebarkan keselamatan dan kedamaian. Dalam ajaran agama islam Al-Quran merupakan kedudukan yang paling tinggi, Al-Quran juga di yakini umat islam sebagai kalamullah yang mutlak dan benar berlaku sepanjang zaman, mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan di dunia dan di akhirat.[4]

Al-Qur’an membahas semua isi bumi secara lengkap termasuk dalam bidang pendidikan. Salah satunya firman allah tentang pendidikan terdapat dalam surat Al- Mujadalah Ayat 11 sebagai berikut :

ٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Artinya : Hai orang orang yang beriman apabila di katakan kepadamu berlapang- lapanglah dalam majlis maka lapangkanlah niscaya Allah memberi kelapangan untukmu , dan apabia di katakan Berdirilah berdirilah kamu maka berdrilah niscaya allah akan meninggikan orang orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S Al- Mujadalah : 11).7

Dalam ayat di atas dapat dipahami bahwa gambaran bagi setiap manusia untuk menjaga adab sopan santun dalam suatu majlis dan juga menjelaskan tentang keutamaan orang yang beriman dan juga berilmu, Allah SWT telah menjajikan orang-orang yang beriman dan berilmu akan di angkat derajatnya oleh Allah SWT.

Dalam penjelasan tentang makna firman Allah di atas Al-Maraghi mengemukakan bahwa ayat ini berisi tentang perintah kepada orang-orang yang telah membenarkan Allah SWT dan Rasulnya agar berlapang lapang dalam majlis Rasul dan majlis perang, dan jika itu mereka lakukan maka Allah akan melapangkan pula untuk mereka rumah-rumah di surga nanti. Dalam keterangan ini jelas terlihat bahwa yang di maksud majelis menurut Al-Maraghi boleh jadi adalah tempat Rasul memberikan pengajaran agama atau tempat memberikan pengajaran agama atau tempat membicarakan persiapan perang bersama para sahabat beliau.[5]

Selanjutnya konsep pendidikan Islam itu sendiri pada dasarnya adalah pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi muslim adalah pengalaman sepenuhnya ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Untuk membentuk generasi yang ideal dan militant bukan suatu hal yang sulit apabila semua aspek bergabung saling menopang satu sama lainnya, antara lingkungan keluarga yang harmonis, pergaulan yang baik dan bersifat agamis serta pemerintah memberi fasilitas kegiatan yang positif.[6]

Pentingnya mempunyai ilmu pendidikan tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri semata tetapi mempunyai ilmu pendidikan juga berdampak pada sosial bahkan juga negara. Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, apalagi ilmu tersebut di perlukan agar umat muslim dapat menjalankan dengan benar tatcara beribadah kepada Allah SWT. Jika ilmu merupakan dasar dari kehidupan maka iman merupakan dasar dari agama. Tanpa iman kita tidak mengenal agama dan tanpa ilmu tidak ada pendidikan.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam surat Al-Mujadalah Ayat 11?

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan

Pengertian pendidikan dalam arti teoritis filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofis maupun historis filosofis. Sedangkan pendidikan dalam arti praktik, adalah suatu proses pemindahan atau transformasi pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan manusia melalui transformasi nilai-nilai yang utama.[7]

Rangkaian kata pendidikan Islam bisa dipahami dalam arti berbeda-beda, antara lain: pertama pendidikan menurut Islam, kedua pendidikan dalam Islam, dan ketiga pendidikan agama Islam. Hal ini disampaikan oleh Ahmad Tantowi bahwa:

a.       Istilah pertama, Pendidikan (Menurut) Islam

Berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur’an dan as- Sunnah.24 Dalam hal ini, pendidikan menurut Islam dapat dipahami, dianalisa, dan dikembangkan dari sumber keaslian ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Dengan demikian, pembahasan mengenai pendidikan menurut Islam ialah bersifat filosofis.

b.      Istilah kedua, Pendidikan (Dalam) Islam,

Berdasar atas perspektif bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya dan peradaban yang tumbuh dan berkembang sepanjang perjalanan sejarah umat Islam, sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai masa sekarang.[8] Dengan demikian, pendidikan dalam Islam ini dapat dipahami sebagai sebuah proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan umat Islam, yang berlangsung secara terus menerus dari generasi ke generasi sepanjang sejarah Islam. Dengan demikian, pendidikan dalam Islam lebih bersifat historis, atau lazim disebut dengan sejarah pendidikan Islam.

c.       Istilah ketiga, Pendidikan (Agama) Islam,

Muncul dari pandangan bahwa Islam adalah nama bagi agama yang menjadi panutan dan pandangan hidup (way of life) umat Islam. Agama Islam diyakini oleh pemeluknya sebagai ajaran yang berasal dari Allah, yang memberikan petunjuk ke jalan yang benar menuju kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Pendidikan (agama) Islam dalam hal ini bisa dipahami sebagai proses dan upaya serta cara transformasi ajaran-ajaran Islam tersebut, agar menjadi rujukan dan pandangan hidup bagi umat Islam. Dengan demikian, pendidikan (agama) Islam lebih menekankan pada teori pendidikan Islam yang membahas berbagai materi tentang aqidah, syari’ah maupun akhlak.

B.     Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatanselesai. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan, tujuanpendidikan akan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa. Tujuanpendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT agar mereka tumbuhdan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya. Menurut Moh. Athiya El-Abrosyi setidaknya ada lima tujuan dri pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut :

1.      Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia;

2.      Persiapan kehidupan di dunia dan akhirat

3.      Persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan;

4.      Menumbuhkan scientific spirit pada pelajar dan memuaskan keingintahuan dalam mengkaji ilmu

5.      Menyiapkan peserta didik dari segi professional.[9]

Zakiah Daradjad dalam Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam mendefinisikan tujuan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut :

Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaandunia dan akhirat. Yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif.[10]

Sedangkan Menurut Muhaimin, secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kemudian pendapat lain menyatakan bahwa, tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan manusia muslim yang beriman dan bertaqwa serta berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan dirinya kepada Khaliqnya dengan sikap dan kepribadian yang merujuk kepada penyerahan diri kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan, duniawiah dan ukhrawiah.[11]

Serta menurut Ahmad D. Marimba yang mengemukakan dua macam tujuan pendidikan yaitu sementara dan akhir. Tujuan sementara pendidikan islam yaitu tercapainya tingkat kedewasaan baik jasmaniah maupun rohaniah. Adapun tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim yaitu kepribadian yang mencerminkan ajaran Islam.

C.    Al-Mujadalah Ayat 11

Surat ini di namakan Al-Mujadalah yang artikan wanita yang mengajukan gugatan, surat yang ke 58 dalam Al-Quran , surat ini tergolong surat Madaniyyah dan tergolong dari 22 ayat. Pada awal surah ini disebutkan bantahan seorang perempuan yang menurut riwayat bernama Khaulah binti Tsa’labah terhadap sikap suaminya yang telah menzhiharnya. Hal ini diadukan kepada Rasulullah dan ia menuntut supaya dia memberikan putusan yang adil dalam persoalan itu. Dinamai juga Al-Mujadalah yang berarti Perbantahan.[12]

Surat ini mempunyai ciri berbeda dari surat lain dalam Al-Qur’an. Dalam setiap ayat dalam surah ini, selalu terdapat lafadz Jalallah. Ada dalam satu ayat hanya terdiri dari satu lafadz, ada yang dua, atau tiga, dan bahkan ada yang lima lafaz, seperti pada ayat 22 dalam surah ini.

Adapun juga asbabun nuzul turunya surat Al-Mujadalah ayat 11 di saat pahlawan-pahlawan Badar datang ke tempat pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang pada tidak mau memberi tempat kepada yang baru datang itu, sehingga mereka terpaksa berdiri. Rasulullah menyuruh berdiri orang-orang itu yang lebih dulu duduk, sedang tamu-tamu itu para pahlawan perang badar disuruh duduk di tempat mereka. Orang- orang yang disuruh pindah tempat merasa tersinggung perasaannya. Maka turunlah ayat 11 dari surat al-mujadalah ini sebagai perintah kepada kaum Mukminin untuk menaati perintah Rasulullah dan memberikan kesempatan duduk kepada sesama Mukminin.

Dalam suatu riwayat lain ditemukan bahwa ayat ini turun pada hari jumat disaat pejuang-pejuang perang badar datang ke tempat pertemuan yang penuh sesak. Orang- orang yang telah hadir duluan tidak memberi tempat kepada orang-orang yang baru datang itu sehingga terpaksa mereka berdiri. Lalu Rosulullah memerintahkan kepada sebagian dari sahabat untuk berdiri, dan tamu-tamu itu disuruh berdiri di tempat mereka. Orang yang disuruh pindah itu merasa tersinggung perasaannya. Ayat ini turun sebagai perintah untuk mentaati perintah Rosulullah dan memberikan kesempatan duduk kepada sesama muslim (HR. Abi Hatim).

Ibnu katsir menulis, bahwa firman Allah hai orang orang yang beriman apabila di katakan kepadamu berlapang-lapanglah dalam majlis maka lapangkanlah niscaya Allah memberi kelapangan untukmu, dan apabia di katakan Berdirilah maka berdirilah kamu, adalah bertujuan untuk mendidik keluarga-keluarganya yang beriman dan memerintahkan mereka agar satu sama lain saling bersikap baik dalam dalam majelis ilmu. Di sini terlihat bahwa katsir menekankan pengertian majelis dalam ayat ini adalah majelis ilmu.

Dalam penjelasan firman Allah di atas Al-Maraghi juga mengemukakan bahwa ayat ini berisi perintah kepada orang-orang beriman yang telah membenarkan Allah SWT dan Rosulnya agar berlapang-lapang di dalam majelis Rosul (tempat mencari ilmu) atau majlis perang,dan jika itu mereka lakukan maka allah akan melapangkan pula untuk mereka rumah-rumah mereka di syurga nanti. Dalam keterangan ini, jelas terlihat bahwa yang dimaksud dengan dalam majlis ayat ini menurut Al-maraghi boleh jadi adalah tempat rosulullah memberikan pengajaran agama atau tempat membicarakan persiapan perang bersama para sahabat beliau.

Berdasarkan ayat ini dan dihubungkan dengan keterangan riwayat asbabun nuzulnya, Al-Maraghi menyimpulkan beberapa kesan dan informasi penting sebagai berikut :

a.       Para sahabat sangat antusias dan berebut ingin duduk di samping Rosulullah di dalam majelis beliau untuk mendengarkan tausiah agama dari beliau.

b.      Perintah untuk berlapang lapang dalam majelis di berikan jika ada memungkinan untuk itu karena hal itu menuntut dan membuktikan adanya kecintaan dan kebersamaan dalam mempelajari hukum-hukum.

c.       Setiap oang yang mau melapangkan dan membuka pintu kebaikan bagi hamba Allah, Allah akan melapangkan dan mempermudah untuknya kebaikan di dunia dan di akhirat.

d.      Memberi kelapangan di sini tidak hanya sebatas melapangkan tempat duduk, tetapi memberi kelapangan untuk sampainya segala macam kebaikan, termasuk memasukkan rasa senang ke dalam hati orang muslim.

D.    Kesimpulan Para Ahli Tentang Surah al-Mujadallah ayat 11 dari ayat yang telah dijelaskan diatas maka dapat diketahui tiga hal sebagai berikut:

a.       Para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung. Perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis tidak saling berdesakkan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan karena cara demikian dapat menimbulkan keakraban di antara sesame orang yang berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah saw.

b.      Pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikkan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikkan di dunia dan di akhirat. Singkatnya ayat diatas berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang Islam . atas dasar inilah Rasulullah menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut selalu menolong sesama saudaranya.

c.       Mengagungkan Rasul dan mengagungkan pembicaraan dengan beliau sebab sesuatu itu bila diperoleh melalui kesulitan akan menjadi besar sedangkan bila sesuatu itu diperoleh dengan mudah maka sesuatu itu tidak mempunyai kedudukan dan tempat.

d.      Manfaat yang besar bagi orang-orang yang fakir dengan adanya sedekah-sedekah yang diberikan sebelum berbicara dengan beliau.

e.       Untuk membedakan orang-orang munafik yang mencintai harta dan yang menginginkan kesenangan duniawi dari orang-orang mukmin yang benar-benar beriman dan menginginkan akhirat serta nikmat abadi yang ada di sisi Allah.

Kata (مجالس (majalis adalah bentuk jamak dari kata (مجلس (majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. Memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud disini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika anda- wahai yang muda-duduk di bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika anda berdiri dan memberinya tempat duduk.

Al-Qhurthubi menulis bahwa bisa saja seseorang mengirim pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya tempat duduk, asal sang pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang dan duduk. Di sisi lain, tidak diperkenankan meletakan sajdah atau semacamnya untuk menghalangi orang lain duduk ditempat itu.

Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derajat–derajat, yakni yang lebih tinggi dari pada yang sekadar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di milikinya itulah yang beperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya. Bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu. Ini berarti ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan.

Ilmu yang dimaksud ayat diatas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. Fathir [35]: 27-28, Allah kian banyak menguraikan makhluk Ilahi dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: Yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Ini menunjukan bahwa ilmu dalam pandangan Al Qur‘an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain, itu juga menunjukan bahwa ilmu harusah menghasilkan khasyyah, yakni rasa kagum dan takut kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk.

E.     Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-mujadallah ayat 11

1.      Nilai–Nilai Pendidikan Akhlak

Penulis mencoba untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya. diantaranya:

a.       Melapangkan Hati

Pada awal ayat pertama Allah SWT memanggil hambanya dengan panggilan “orang beriman” sebab orang-orang yang beriman itu hatinya lapang, dia pun mencintai saudaranya yang terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan  dipersilahkan duduk ke dekatnya. Lanjutan ayat mengatakan: Niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu.” Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan selanjutnya.

b.      Menjalin Hubungan Harmonis

Ayat di atas memberi tuntunan bagaimana menjalin hubungan  harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapa pun : Berlapang-lapanglah yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan suka rela.

 

c.       Memberikan Sedekah

Perlu dicatat bahwa sebelum turunnya ayat ini banyak sekali sahabat-sahabat Nabi SAW. Yang datang menemui beliau untuk menyampaikan hal-hal khusus mereka kepada beliau.  Nabi SAW segan menolak mereka dan itu tentu saja cukup merepotkan bahkan mengganggu beliau. Tanpa menolak keinginan mereka, Allah SWT. Memerintahkan agar mereka memberi sedekah sebelum menyampaikan hal-hal khusus atau memohon petunjuk Nabi itu. Sedekah tersebut bukan untuk pribadi nabi tetapi untuk fakir miskin kaum muslimin.

d.      Menghormati

Dan apabila dikatakan :”Berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau untuk duduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui. Memuliakan orang yang memuliakan orang lain adalah orang yang mulia sedangkan orang yang merendahkan orang lain adalah orang rendah jika orang sudah memiliki iman dan ilmu maka ia tidak akan merendahkan orang lain justru sebaliknya ia akan memuliakan orang lain. Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram dalam masyarakat, demikian orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi disisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan dengan yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya. Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil sesuai perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka. Dari penjabaran diatas penulis mencoba menyimpulkannya yaitu :

a)      Jika pemimpin persidangan meminta agar meluangkan beberapa tempat duduk untuk orang-orang yang dihormati, maka hendaklah permintaan itu di kabulkan

b)      Hendaklah orang-orang yang menyadari persidangan atau pertemuan,baik yang lebih dahulu datang atau yang kemudian, sama-sama menjaga suasana damai, aman dan tentram dalam persidangan itu.

c)      Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman, berilmu dan beramal saleh.

d)      Allah mengetahui segala yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Dia akan memberikan balasan dengan seadil-adilnya.

F.      Konsep Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam Surah al Mujadalah Ayat 11 dalam Kehidupan Sehari-Hari.

Konsep nilai-nilai pendidikan akhlak atau sistem perilaku dapat dididikkan atau diteruskan melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan, yaitu:

a.       Rangsangan-jawaban (stimulus-respone) atau yang disebut proses mengkondisi sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan cara melalui latihan, melalui tanya jawab dan melalui mencontoh.

b.      Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang dapat dilakukan antara lain : melalui dakwah, melalui ceramah, dan melalui diskusi. Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya akan lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk material (artifacts) maupun non-material (konsepsi, ide). Jadi akhlak yang baik itu (akhlakul karimah) ialah pola perilaku yang dilandaskan pada nilai-nilai iman, Islam dan ihsan.[13]

Setelah melihat dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat pada surat Al Mujadalah ayat 11 ini diantaranya sebagai berikut :

a)      Melapangkan Hati

b)      Menjalin Hubungan Harmonis

c)      Memberikan Sedekah

d)      Menghormati

e)      Memuliakan

Dilihat dari nilai-nilai pendidikan akhlak diatas, penulis mencoba mulai menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dengan memberi kelapangan kepada sesama muslim dalam pergaulan dan usaha dalam mencari kebaikan dan kebajikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasul SAW. Adapun untuk nilai-nilai pendidikan akhlak yang selanjutnya akan diterapkan setelah penulis melihat adanya perubahan sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh peserta didik baik itu bersifat material ataupun konsep-konsep dari pemikirannya yang sudah dituangkan kedalam bentuk sikap sehari-hari.

G.    Kendala dan Dukungan Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung Dalam Surat al-Mujadalah ayat 11

a.       Kendala dalam penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yang menjadi kendala penulis dalam proses menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11 dalam kehidupan sehari-hari diantaranya :

1)      Sulitnya menggali serta memahami nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-mujadalah ayat 11.

2)      Sulitnya mengukur sudah sejauh mana peserta didik dapat memahami nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11.

3)      Kurangnya wawasan siswa terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11 untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4)      Pada awalnya pemahaman peserta didik terhadap nilai-nilaipendidikan akhlak ini sangat sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

5)      Menurunnya semangat peserta didik dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari sehingga apa yang menjadi tujuan dari penelitian ini menjadi sedikit terhambat.

b.      Dukungan dalam penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11, yang menjadi dukungan penulis dalam proses menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11 dalam kehidupan sehari-hari diantaranya :

1)      Banyak buku atau kitab-kitab karya dari para ahli tafsir yang membantu penulis untuk bisa mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11.

2)      Peserta didik memberikan rasa antusias terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak yang mulai penulis coba terapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

3)      Untuk mengukur pemahaman siswa terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat al-mujadalah ayat 11  penulis membuat ringkasan-ringkasan kecil yang nantinya akan diberikan kepada peserta didik.

4)      Penulis memberikan motivasi kepada peserta didik untuk selalu terus berusaha menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari sehingga nantinya mereka mulai terbiasa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
KESIMPULAN

 

Al Qur’an Surat Al-Mujadilah Ayat 11 memiliki makna berkatian dengan sentra pendidikan yakni pendidikan Islam seharusnya memuat konsep nilai-nilai pendidikan akhlak atau sistem perilaku dapat disampaikan melalui beberapa pendekatan, yakni; pendekatan stimulus-respone melalui proses mengkondisian peserta didik sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan cara melalui latihan, melalui tanya jawab dan melalui mencontoh. Kemudian melalui pendekatan Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang dapat dilakukan antara lain : melalui dakwah, melalui ceramah, dan melalui diskusi serta media social denan mengedepankan sifat-sifat seorang mukmin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abu Ahmadi dan Noor Salimi. 1996.  MKDU Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara).

Abudin Nata. 2002.  Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada).

Ahmad Tantowi. 2008.  Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra).

Athiya Al-Abrosyi. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Alih Bahasa : Bustami A. Gani Djohar Bahary. (Jakarta: Bulan Bintang)

Bashori Mukhsin dan Abdul Wahid. 2009. Pendidikan Islam Kontemporer, (Bandung: Refika Aditama).

Ihsanul Hakim. 2011. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ( Curup: LP2 STAIN Curup).

M. Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara)

Muhammad Al-Ghazali. 1999.  Berdialog Dengan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan)

Nurchaili. Membentuk Karakter Siswa Melalui  Keteladanan Guru, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.

SISDIKNAS. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

Zakiah Daradjad. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara).



[1] Nurchaili, Membentuk Karakter Siswa Melalui  Keteladanan Guru, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 233-234.

[2] Muhammad Al-Ghazali, Berdialog Dengan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 21.

[3] SISDIKNAS, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

[4] Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2002), hlm. 1.

[5] Ihsanul Hakim, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ( Curup: LP2 STAIN Curup, 2011), hlm. 70.

[6] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 17.

[7] Bashori Mukhsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 1

[8] Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2008), hlm. 7

[9] Athiya Al-Abrosyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Alih Bahasa : Bustami A. Gani Djohar Bahary, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 1-5

[10] Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 172.

[11] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm.38-39.

[12] Ihsanul Hakim, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Curup: LP2 STAIN Curup, 2011), hlm. 63.

[13] Abu Ahmadi dan Noor Salimi, MKDU Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 199.