makalah sistem akreditasi lembaga pendidikan
Tugas Kuliah
Tahun Akademik 2021/2022
LEMBAR JAWABAN
Mata
Kuliah : Sistem Akreditasi Lembaga Pendidikan
Program/Smt : Strata 2 (S2)/ I (MPI) C
Purbalingga
Dosen
Pengampu : Dr.
Sulis Rokhmawanto, M.Si
DI SUSUN OLEH
Nama
: Prayitno
N
I M :
2110904
PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
IAINU KEBUMEN
NARASI
KELOMPOK 5
IDENTIFIKASI, PERBAIKAN DAN ANTISIPASI KEMUNGKINAN TERBURUK
LEMBAGA PENDIDIKAN MELALUI IMPLEMENTASI STANDAR AKREDITASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penjaminan mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan
standar mutu pengelolaan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga
stakeholders memperoleh kepuasan.
Penjeminan mutu dalam pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting
untuk mewujudkan pendidikan yang
berkualitas dan bisa besaing dengan
sekolah-sekolah intenasional. Sistem
penjaminan mutu eksternal bertujuan
untuk memastikan sistem
penjaminan mutu internal serta proses peningkatan
mutu di satuan pendidikan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan fungsinya adalah untuk memantau, memfasilitasi,
mengevaluasi pemenuhan standar nasional di satuan pendidikan, mengevaluasi dan mengembangkan standar, serta menetapkan akreditasi satuan pendidikan. Bentuk atau siklus penjaminan mutu eksternal dapat dibagi atas tiga kelompok sesuai fokus tugas dan
kewenangannya, yaitu: siklus fasilitasi peningkatan mutu, siklus pengembangan
standar mutu pendidikan dasar dan menengah, Siklus Akreditasi Satuan Pendidikan Undang-undang
dasar nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggariskan,
bahwa pendidikan dilaksanakan sesuai sistem pendidikan nasional yaitu untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan
dalam satu prosedur tata kerja yang jelas strategi, kerja sama dan kalaborasi
antara pemangku kepentingan dan dilakukan secara terus-menerus berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
Akreditasi
merupakan salah satu program pemerintah dalam dalam bidang pendidikan yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini didasari pelaksanaan
Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Akreditasi merupakan alat regulasi diri (self-regulation)
agar sekolah/madrasah termasuk RA/BA mengenal kekuatan dan kelemahan serta
melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki
kelemahannya,”
Akurasi hasil evaluasi sekolah/madrasah akan sangat berkontribusi
terhadap akurasi kebijakan Pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
selanjutnya. Artinya BAN S/M turut memiliki peran yang penting dalam
keberhasilan mencetak generasi bangsa yang lebih berkualitas.
Karena vitalnya hasil evaluasi pencapaian mutu sekolah/madrasah tersebut,
pelaksanaan akreditasi perlu diperbaiki secara berkelanjutan.
1.
Penilaian akreditasi belum mampu memotret performa sekolah/madrasah yang
stabil (sustained performance). Performa sekolah cenderung sangat baik
saat penilaian akreditasi yang dilakukan selama beberapa hari, bahkan hanya 1
hari, dan kembali menurun setelah tim penilai meninggalkan sekolah/madrasah.
2.
Penilaian akreditasi cenderung “paper based assessment”. Kualitas
dokumen memiliki peran dominan dalam menentukan hasil akreditasi.
Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pelaksanaan akreditasi tersebut,
dapat dilakukan :
1.
Perubahan pelaksanaan penilaian akreditasi dari single visit menjadi multy
visits . Visitasi dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam 1 tahun, baik
secara terjadwal maupun tidak terjadwal. Menggunakan instrumen akreditasi, tim
penilai secara periodik memotret sustained performance.
2.
Perubahan pelaksanaan penilaian akreditasi dari dokumen sekolah/madrasah
sebagai objek penilaian, menjadi instrumen pendukung
penilaian. Misalnya penilaian mengenai kerja sama sekolah dengan pihak
eksternal. Sebaiknya yang menjadi poin utama bukan dokumen kerja samanya,
melainkan sejauh mana realisasi kerja sama tersebut secara nyata berkontribusi
terhadap kesuksesan program sekolah. Dokumen kerja sama seperti MoU, SPK, dan
sebagainya, merupakan instrumen pendukung bagi tim penilai dalam ‘melacak’
keterlaksanaan dan efektivitas kerja sama tersebut.
Perbaikan-perbaikan
pelaksanaan akreditasi tersebut akan meningkatkan akurasi hasil akreditasi
sekolah/madrasah, sebagai bentuk evaluasi satuan pendidikan dalam mencapai mutu
pendidikan.
Kebijakan Akreditasi Sekolah
Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (2009: 5) memberikan pengertian Akreditasi
sekolah/madrasah sebagai suatu proses penilaian secara komprehensif terhadap
kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk
sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu
lembaga yang mandiri dan profesional. Kelayakan satuan atau program pendidikan
merupakan salah satu wujud dari kebijakan pemerintah dalam hal penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
(SNP). Di dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa “Standar Nasional
Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dengan menggunakan Standar Nasional
Pendidikan sebagai acuan, setiap sekolah/ madrasah diharapkan dapat
mengembangkan pendidikannya secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya. Standar Nasional Pendidikan harus dijadikan acuan guna
memetakan secara utuh profil kualitas sekolah/madrasah.
Standar Nasional Pendidikan harus dijadikan acuan
oleh pengelola pendidikan, dan di sisi lain menjadi pendorong tumbuhnya
inisiatif dan kreativitas untuk mencapai standar minimal yang ditetapkan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar
Nasional Pendidikan menyatakan bahwa “penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) perlu dilakukan
dalam tiga program terintegrasi yaitu evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi”.
Penjaminan mutu pendidikan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat agar dapat
memperoleh layanan dan hasil pendidikan sesuai dengan yang dijanjikan oleh
penyelenggara pendidikan. Mehram 856 Proses penilaian terhadap seluruh aspek
pendidikan (akreditasi) harus diarahkan pada upaya untuk menjamin
terselenggaranya layanan pendidikan bermutu dan memberdayakan mereka yang
dinilai. Oleh karena itu Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (2009: 11)
menegaskan bahwa “Penilaian kelayakan satuan/program pendidikan dilakukan dengan
cara mengecek derajat pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang telah dicapai
oleh satuan/program pendidikan dengan mengacu pada kriteria SNP”. Menurut
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 60; Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, Pasal 86 dan 87; serta Permendiknas Nomor 29 Tahun 2005, Pasal 1
menyatakan bahwa kegiatan penilaian ini dilakukan oleh BAN-S/M sebagai bentuk
akuntabilitas publik. Hasil akreditasi dalam bentuk peringkat kelayakan dan
rekomendasi tindak lanjut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program
pemenuhan SNP baik oleh satuan pendidikan maupun instansi-instansi pembina
satuan yang bersangkutan. sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai
standar yang ditetapkan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60, menegaskan tentang
pentingnya akreditasi sebagai berikut: (1) Akreditasi dilakukan untuk
menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal
dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan; (2) Akreditasi terhadap
program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang
sebagai bentuk akuntabilitas publik; (3) Akreditasi dilakukan atas dasar
kriteria yang bersifat terbuka; 4) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Mengingat pentingnya akreditasi sebagai salah satu upaya
untuk menjamin dan mengendalikan kualitas pendidikan, maka pemerintah melalui Peraturan
Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005 membentuk Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BANS/M), sebagai pengganti institusi pelaksana akreditasi
sekolah yang lama yaitu Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Pelaksanaan
akreditasi oleh BAN-S/M didasarkan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 60, serta Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, Pasal 86 dinyatakan hal-hal sebagai berikut. (1). Pemerintah
melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan
kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. (2). Kewenangan akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri
yang diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi. (3).
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk
akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan
komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada
Standar Nasional Pendidikan”. Sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 telah diterbitkan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005.
Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Serambi Akademica Jurnal Pendidikan, Sains,
dan Humaniora Vol. 7, No.6 , November 2019 pISSN 2337–8085 eISSN 2657- 0998 857
Mendiknas tersebut dinyatakan bahwa, BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang
menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan
dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada SNP.
Tujuan dan Manfaat Akreditasi Sekolah Tujuan umum
dari akreditasi sekolah adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat
sebagai salah satu bentuk akuntabilitas publik lembaga pendidikan dan tentu
saja hal ini dengan sendirinya akan mendorong lembaga pendidikan agar secara
terus menerus meningkatkan kualitas pelayanannya bagi masyarakat sebagai
pengguna/pemakai lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan
harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan
akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan.
Dengan demikian menurut BAN-S/M(2009: 5) bahwa
akreditasi sekolah bertujuan:
a. Memberikan informasi tentang kelayakan
Sekolah/Madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan.
b. Memberikan pengakuan peringkat
kelayakan.
c. Memberikan rekomendasi tentang
penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang
diakreditasi dan pihak terkait.
Adapun manfaat dari Akreditasi
sekolah adalah:
a. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam
upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan
Sekolah/Madrasah.
b. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah
terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif
baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan
internasional.
c. Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha
pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka
menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah.
d. Membantu mengidentifikasi
Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah,
investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.
e. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah
sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah,
masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan
dana.
f. Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan
dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain,
pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.
g. Lebih lanjut BAN-S/M (2009: 6)
menegaskan bahwa hasil akreditasi dapat berguna bagi kepala sekolah, guru,
masyarakat dan peserta didik sesuai peran, fungsi dan statusnya masing-masing
Kepala sekolah dapat memanfaatkan hasil akreditasi sebagai Mehram 858 pendorong
dalam usaha peningkatan mutu pengelolaan sekolah. Pada awal tahun pelajaran,
manakala menyusun rencana kerja tahunan, kepala sekolah dapat mengambil hasil
akreditasi terakhir diperolehnya sebagai dasar menganalisis kondisi yang ada
dalam rangka merumuskan langkah-langkah penyempurnaan lebih lanjut. Terkait
dengan perencanaan program pembelajaran oleh guru, hasil akreditasi dapat
dijadikan sebagai bahan introspeksi diri, menyadari kelemahan-kelemahan yang
dialami sebelumnya dan merancang program-program perbaikan serta peningkatan
pembelajaran pada tahun berikutnya.
h. Rencana Kerja Tahunan Sekolah (RKTS)
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara fungsi manajemen secara umum dengan
fungsi manajemen pendidikan, yaitu perencanaan, penggorganisasian, pengarahan
dan pengendalian. Dalam hal ini Usman (2008: 12) menegaskan bahwa substansi
yang menjadi garapan manajemen pendidikan sebagai fungsi manajemen salah
satunya adalah perencanaan. Namun demikian, perencanaan pendidikan memiliki
karakteristik yang agak khusus. Menurut Gaffar (Usman, 2008: 124) salah satu
karateristik perencanaan pendidikan adalah “Harus dikembangkan dengan
memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara
sistematis”. Dengan demikian perencanaan pendidikan (lebih khusus manajemen
sekolah) harus berkaitan dengan komponen pendidikan seperti peserta didik,
tenaga pendidik dan kependidikan, keuangan, sarana dan prasarana, humas,
layanan khusus dan kurikulum serta pembelajaran. Apabila merujuk pada kebijakan
pemerintah maka komponen-komponen pendidikan secara konperhensif yang harus
menjadi pertimbangan perencanaan adalah sesuai dengan yang termuat dalam
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional,
yaitu menyangkut : “ (1) isi pendidikan; (2) proses pembelajaran; (3)
kompetensi lulusan; (4) pendidik dan tenaga kependidikan; (5) sarana dan
prasarana; (6) pengelolaan; (7) pembiayaan; dan (8) penilaian pendidikan”.
Perencanaan yang mempertimbangkan dan menggarap seluruh komponen pendidikan
seperti di atas oleh Soenarya (Usman, 2008: 74) disebut sebagai perencanaan
pendidikan dengan pendekatan terpadu.
Dengan cara evaluasi diri secara objektif sekolah
akan dapat membandingkan hasil akreditasi yang diperoleh dengan hasil evaluasi
diri setiap tahun. Hasil evaluasi diri dengan menggunakan instrumen akreditasi
standar dapat disebut dengan hasil tindak lanjut akreditasi pada tahun
berjalan. Manakala sekolah sudah memperoleh hasil evaluasi diri yang dapat
menaikkan tingkat akreditasinya maka sekolah sudah dapat mengajukan kembali
permintaan akreditasi ulang kepada Badan Akreditasi Provinsi agar dilakukan
visitasi oleh Tim Asesor.
Untuk
melaksanakan tindak lanjut hasil akreditasi sekolah dapat meninjau hasil
akreditasi yang sudah diperoleh kemudian merancang dan melaksanakan kegiatan
tindak lanjut yang dituangkan dalam Rencana Kegiatan Tahunan Sekolah (RKTS).
Pada akhir tahun pelajaran sekolah melaksanakan evaluasi diri dengan
menggunakan instrumen standar akreditasi untuk mengetahui kemajuan yang
diperoleh terhadap hasil akreditasi sebelumnya yang belum optimal.
Langkah-langkah dalam melaksanakan tindak lanjut adalah sebagai berikut :
(1) Meninjau Hasil Akreditasi yang Diperoleh
Menurut Badan Akreditasi Nasional (2018 : 78), Sekolah/madrasah dinyatakan
“terakreditasi”, jika memenuhi seluruh kriteria berikut:
a. Memperoleh nilai akhir akreditasi
sekurang-kurangnya 71;
b. Memperoleh nilai komponen standar sarana
dan prasarana sekurang-kurangnya 61; dan
c. Tidak ada nilai komponen standar di
bawah 50. Sekolah/madrasah dinyatakan “Tidak Terakreditasi” (TT) jika
sekolah/madrasah tidak memenuhi kriteria di atas.
Peringkat akreditasi adalah sebagai berikut:
1. Peringkat akreditasi A (Unggul), jika
sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 91 sampai
dengan 100 (91 < NA < 100).
2. Peringkat akreditasi B (Baik), jika
sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 81 sampai
dengan 90 (81 < NA < 90).
3. Peringkat akreditasi C (Cukup Baik),
jika sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 71 sampai
dengan 80 (71 < NA < 80).
(2) Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Tindak
Lanjut Berdasarkan ketentuan akreditasi di atas dapat dipahami bahwa meskipun
suatu sekolah sudah mencapai peringkat akreditasi A sekolah tersebut belum
tentu sudah sempurna 100 % terhadap ketercapaian standar nasional pendidikan
(SNP), kecuali kalau sudah memperoleh akreditasi A dengan nilai 100. Apabila
belum sempurna tentu memerlukan usaha-usaha peningkatan, dalam hal ini kita
sebut kegiatan tindak lanjut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah-sekolah yang belum
sempurna kinerjanya bila dikaitkan dengan hasil akreditasi adalah sekolah-sekolah
dengan akreditasi A (bila NA <100), akreditasi B dan akreditasi C.
Ketidaksempurnaan kinerjanya akan terlihat
melalui skor butir instrumen akreditasi yang skornya belum optimal.
Indikator-indikator yang perolehannya belum optimal akan menjadi
kegiatan-kegiatan dalam Rencana Kerja Tahunan Sekolah (RKTS) untuk dilaksanakan
selama satu tahun sebagai bentuk tindak lanjut hasil akreditasi.
(3) Evaluasi Diri Akhir Tahun Seluruh indikator standar
nasional pendidikan yang diangkat dalam kegiatan tindak lanjut hasil akreditasi
merupakan butir-butir instrumen akreditasi.
Dengan menggunakan
instrumen akreditasi sekolah dapat mengevaluasi kembali indikatorindikator SNP
yang sudah dilaksanakan selama satu tahun dan kemuadian dibandingkan dengan
skor awal yang diperoleh dari hasil akreditasi.
Kegiatan ini dapat diprogramkan dan
dilaksanakan secara berlanjut setiap tahun, hingga sekolah tersebut sudah tiba
saatnya untuk diakreditasi ulang.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpulkan
bahwa Akreditasi
adalah suatu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku
mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka. Dalam konteks akreditasi sekolah
dapat diberikan pengertian sebagai suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu
suatu sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Badan Akreditasi
Sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.
Menghadapi era 5.0 pemerintah melakukan perubahan
sistem akreditasi yang dulu tidak menggunakan teknologi sekarang menggunakan
sistem bernama Dashboerd Monitoring Sistem.dengan harapan pendidikan di sekolah
akan mengalami improvisasi, atau akreditasi hanya akan di jadikan persyaratan
saja untuk menunjukan kualitas sekolah/madrasah
Dalam proses akreditasi terdiri
dari beberapa tahapan, dimulai dengan mendaftarkan melalui SISPENA, mengisi
syarat umum dan pemenuhan 8 standar pendidikan.dalam hal ini penilaian berbasis
data/complience yang menjadi syarat mutlak untuk bisa di lakukan visitasidengan
nilai minimal tertentu.
Setelah lolos, tahapan
selanjutnya adalah penilaian visitasi yang berbasis perfromance lembaga yang
terdapat pada IASP 2020 yang terdiri dari 4 komponen. Asesor akan menilai
komponen tersebut melalui kegiatan visitasi yang akan menggali data melalui
prinsip triangulasi (observasi, penelusuran data dan wawancara). Tahap terakhir
adalah validasi, yaitu memvalidkan data-data yang masuk untuk memfinalkan
nilai.
Rencana tindak lanjut berbasis Rencana
Kegian Tahunan Sekolah dapat menjadi solusi untuk penyempurnaan capaian
sekolah/Madrasah dalam implementasi akreditasi sekolah.