Perdebatan beda jatuhnya Idul Fitri Muhammadiyah dan pemerintah berikut Pendapat Ustadz Ahmad Prayitno

Daftar Isi


 Perbedaan jatuhnya idul Fitri Muhammadiyah dan pemerintah beserta dalilnya menurut Pendakwah Kondang Ustadz Ahmad Prayitno berikut urainnya.

Menurut saya tentang perbedaan jatuhnya Idul Fitri Muhammadiyah dan pemerintah adalah bahwa perbedaan ini terkait dengan perbedaan metode penghitungan kalender dalam menentukan awal bulan Syawal, yang merupakan bulan di mana Idul Fitri dirayakan sebagai hari raya akhir puasa.

Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam di Indonesia, menggunakan metode hisab atau perhitungan astronomi dalam menentukan awal bulan Syawal. Metode hisab ini didasarkan pada perhitungan peredaran bulan berdasarkan ilmu falak atau astronomi, dengan memperhatikan posisi bulan baru serta gerak dan elevasi bulan dalam hubungannya dengan bumi. Dalam metode hisab Muhammadiyah, Idul Fitri jatuh pada tanggal yang telah ditentukan berdasarkan perhitungan astronomi.

Kiyai Muda Ahmad Prayitno sat memberikan tausiyah 

Sementara itu, pemerintah Indonesia menggunakan metode rukyatul hilal atau pengamatan langsung bulan baru dengan mata telanjang sebagai dasar penetapan awal bulan Syawal. Metode ini mengharuskan adanya pengamatan langsung bulan baru setelah terbenamnya matahari pada tanggal 29 Ramadan. Jika bulan baru terlihat, maka besoknya akan diumumkan sebagai awal bulan Syawal dan Idul Fitri dirayakan. Namun, jika bulan baru tidak terlihat, maka Ramadan dihitung 30 hari dan Idul Fitri dirayakan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan pengamatan hilal oleh pemerintah.

Dalil yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam menggunakan metode hisab adalah bahwa mereka menganggap perhitungan astronomi sebagai metode yang lebih akurat dan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Mereka berpendapat bahwa metode hisab dapat menghasilkan prediksi yang lebih pasti tentang awal bulan Syawal, sehingga memungkinkan umat Muslim merayakan Idul Fitri secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Sementara itu, pemerintah Indonesia menggunakan metode rukyatul hilal berdasarkan interpretasi dari hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa "Puasa itu adalah pada hari kalian berpuasa, dan berbuka itu pada hari kalian berbuka, dan qurban itu pada hari kalian berqurban." Pemerintah juga berpendapat bahwa metode pengamatan langsung bulan baru lebih sesuai dengan tradisi Islam yang telah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad SAW, di mana pengamatan hilal dilakukan oleh para sahabat untuk menentukan awal bulan Syawal.

Namun, perbedaan ini dapat menimbulkan perbedaan tanggal jatuhnya Idul Fitri antara Muhammadiyah dan pemerintah, serta beberapa organisasi Islam lainnya yang mengikuti metode hisab atau rukyatul hilal yang berbeda. Hal ini kadang-kadang mengakibatkan perbedaan dalam merayakan Idul Fitri, yang dapat mempengaruhi jadwal cuti, aktivitas sosial, dan persiapan logistik dalam merayakan hari raya.

Sebagai umat Muslim, kita perlu menghargai perbedaan ini dan tetap menjunjung tinggi nilai kebersamaan, toleransi, dan persatuan dalam perbedaan. Saling menghormati dan memahami pandangan serta argumen dari kedua belah pihak adalah penting dalam menghadapi perbedaan jatuhnya Idul Fitri Muhammadiyah dan pemerintah.

Sebagai saran, untuk menghindari perbedaan yang membingungkan dalam menentukan awal bulan Syawal, bisa dilakukan upaya koordinasi dan dialog antara Muhammadiyah, pemerintah, dan organisasi Islam lainnya. Komunikasi yang baik dan dialog yang konstruktif dapat membantu mencapai kesepahaman bersama dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam menentukan awal bulan Syawal. Selain itu, pihak yang berwenang, seperti pemerintah, dapat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menentukan metode penetapan kalender Islam yang akurat dan dapat diterima oleh berbagai pihak.


Sebagai umat Muslim, kita juga perlu menjaga persatuan dan tidak memperkeruh perbedaan ini. Kita dapat merayakan Idul Fitri sesuai dengan metode yang diyakini oleh masing-masing pihak, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, toleransi, dan kerukunan antar umat Muslim. Kita dapat fokus pada esensi dari perayaan Idul Fitri yaitu rasa syukur, pengampunan, dan saling bermaafan, serta mengutamakan persatuan umat Muslim dalam menjalankan ibadah dan merayakan hari raya.